Terdapat banyak kesenian
didaerah Lintang Empat Lawang, tetapi sayang telah banyak kesenian yang tidak
terlihat lagi, karena banyak kaum muda didusun tidak mau belajar, bukan tidak
mungkin kesenian khas lintang akan habis di telan zaman, sekarang pemuda-pemudi
dusun lebih senang nyanyi lagu modern, bila belajar kesenian daerah sendiri
kata mereka ketinggalan zaman, kita bisa melihat ketika ada yang menikahkan
anak, kesenian yang ada hanya organ tunggal, karaokean, ditambah lagi
mabuk-mabukan, itu bukan merupakan kebudayaan kita, tanpa panjang lebar lagi
akan saya coba kupas yang pertama:
Ado
banyak kesenian di daerah kito Lintang Empat Lawang, anyo sayang lah banyak
kesenian nyo nedo tekinak agi, karno banyak bujang gadis di dusun nendak agi
belajar, bukan nedo mungkin kesenian khas daerah Lintang abis di telan zaman,
embak kini Bujang gadis dusun galak a, nyanyi nyanyi nyo modern, bilo belajar
kesenian daerah dewek uji o ketinggalan zaman, kito pacak kinai bilo dang ado
nyo ngantenkan anak, kesenian nyo ado cuma organ tunggal, karaokean, ditambah
agi mabuk mabuk an, nah ini bukan budayo kito, nah nedo panjang lib'ar agi kami
cobo kupas nyo pertamo :
1.
NGURIT (GURITAN)
Kesenian
Guritan, sekarang sudah tidak ada lagi di dusun, telah lenyap ditelan gelombang
zaman, jika kita bertanya kepada anak
muda didusun kini, maka mereka akan menjawab tidak tahu apa itu guritan.
Guritan,
kesenian zaman dulu yang menceritakan tentang nenek puyang, biasanya
menceritakan peperangan, berebut kekuasaan, kisah dengan pacar antara putra dan
putri raja, yang menggunakan kesaktian, strategi dan lain-lain, cerita ii
percaya atau tidak tetapi buktinya sampai sekarang masih ada peninggalannya,
seperti: batu bersejarah di dusun batu Pance, dan ada nama Lubuk Siluman dan
lain-lain.
Kesenian
Guritan ini, biasanya diadakan pada acara menikahkan anak, sejak dipihak rumah
calon istri mengundang orang yang bias bercerita Guritan ini, yang menonton dan
mendengar ramai sekali, biasanya cerita guritan ini menghabiskan waktu paling tidak
3 sampai 4 jam. Kadang sejak sore sampai subuh, biasanya dia bercerita ini
sambil memegang Gerigek yang tidak ada isinya, sambil mengalunkan irama Lintang
empat lawang, sambil diikuti syair, pantun-pantun yang lucu, yang ada maknanya,
ini syair yang sering di nyanyikan:
"Bukan bae Simpai bebaju abang
Burung Kedubu abang pulo
Bukan bae ngindu kemambang
Cera'i bekundang kemambang
pulo"
Itulah sekilas tentang kesenian
Lintang (GURITAN), mudah-mudahan orang tua di dusun masih ingat tentang guritan
ini, bisa mewariskannya dengan anak-anak muda,
2. ANDAI – ANDAI
Kesenian Andai-andai sudah tidak
terdengar lagi di dusun, orang di dusun lebih senang nonton TV, dan mendengar
radio.Sebenarnya, andai-andai hamper sama saja dengan guritan, Cuma ceritanya
lebih ditekankan dengan khayalan, seperti cerita seribu satu malam, tentang
cerita Abu Nawas. Kalau di dusun lakon ceritanya lucu, ini yang disenangi oleh
anak kecildi dusun dulu, biasanya kakek atau nenek yang bercerita sebelum
cucunya tidur.
3. BEREJUNG
Kesenian Bujang Gadis dusun yang
sedang mabuk kepayang dilanda cinta, berejung ini identik dengan perpaduan
pantun diiringi Gitar tunggal, biasanya irama dan syairnya menyayat hati,
kiasan dan bahasanya halus, ibarat membayangkan bagaimana bujang mau menemui
gadis, sambil duduk di beranda atau di anak tangga belakang rumah, di petik
gitar tunggal sambil menyanyikan syair-syair yang meratap.
Ini syair-syair yang sering
terdengar:
Jak Selamo di Seleman
Gajah Tagoring kayek Timbuk
Jak Selamo Linjang ngan dengan
Ado Sebulan nedo benyawo
Nak Kayek ayam papilu
Dang ngerham telhro o duo
Kapo dengan nak balik kami milu
Tinggal sug'rha nemak asonyo
Kedalak kedali dali
Burung tiung belago tigo
Amon galak kebilo agi
Nunggu setaun la lamo igo
Ketapang kayu nyeraye
Gadis nyemulung ngambin ayek
Ngelombang la lemak bae
Nga
gai rupu'an nani balik.
4. BAJIDUR (NABUH JIDUR)
Bajidur,
atau Nabuh Jidur ini dilakukan oleh suatu group Kesenian Jidur terdiri dari 6
orang bujang bujang ( kalau di betawi sedikit mirip dengan Tanjidor).
Pada
umumnya Kesenian ini disaksikan para bujang bujang dan orang tua, dengan duduk
melingkar di ruang tengah didalam rumah, juga disaksikan para gadis gadis
dengan cara mengintip dari ruang belakang, sambil menyiapkan makanan-makanan
kecil untuk orang yang bejidur tersebut.
Dari ke 6 orang tadi mendapat tugas masing masing sebagai
berikut :
1 Orang Nabuh jidur
2 Orang Nabuh Ktipung
1 Orang nabuh gong
2 Orang bedanah
Kesenian ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum
perayaan pesta perkawinan penganten berlangsung. Dilakukan pada malam hari
sebagai pertanda bahwa seorang warga akan mempunyai hajat merayakan pesta
perkawinan anaknya, dimana harinya sudah ditentukan dengan mengumpulkan family,
sahabat dan kenalan dekat untuk mempersiapkan egala sesuatu yang diperlukan
untuk hari pesta nanti.
Misalnya,
dekorasi (aesan) yang di kerjakan oleh bujang dan gadis secara bergotong royong
yang menjadi semboyan “ado gawean mintak digawekan ado makan mintak
dimakani, sekaligus nyerahkan ka’aguan”.
Disinilah kesempatan bujang dan gadis menjalin hubungan,
dengan harapan kapan kita menyusul seperti teman yang akan menikah ini.
Pelaksanaan Bajidur ini yaitu, si penabuh Jidur
mendendangkan lagu – lagu, beriramakan lagu lagu Qosidah dengan mengunakan
syair jenaka, sindiran-sindiran pantun seperti kata berejung.
Setelah beberapa bait syair di iramakan maka diikuti oleh
2 orang penabuh ketipung dan 1 orang pemukul gong dan dilengkapi dengan 2 orang
bedanah yang lenggang lenggoknya sesuai dengan irama yang didendangkan.
Kalau anda melihat dan mendengarkannya, tentu akan
tersiruk (tercengang), aduhai sudah tua ingin menjadi muda lagi.
Nah itulah sekilas seni budaya Bajidur di daerah Lintang
Empat Lawang, seni budaya ini sejak tahun 80 an sudah sangat jarang terlihat,
memasuki tahun 90 an bahkan sudah menghilang sama sekali.
5. Seni
Tari
Sebenarnya masih sangat banyak Seni Budaya daerah Lintang
IV Lawang, namun karena keterbatasan informasi yang kami dapatkan, hanya
beberapa seni yang dapat kami tampilkan, nah pada akhir topic bahasan seni
budaya ini, kami coba menampilkan seni tari daerah Lintang IV Lawang. Yang
kondisinya sama dengan Seni-seni yang lain, makin ditinggalkan oleh generasi
generasi sekarang, banyak orang Empat Lawang yang tidak tahu bahwa sesungguhnya
Lintang IV Lawang itu memiliki juga seni tari, diantaranya ;
Tari Gegerit :
Pelakunya,
Dimainkan / ditarikan oleh 7 orang Putri
Pelaksanaan,
Tarian ini dilakukan sewaktu penyambutan tamu dalam
upacara adat maupun
Upacara penganten, yang dilakukan dipintu gerbang.
Tari Sanggan Sirih :
Pelakunya,
Tari ini dimainkan oleh beberapa orang, disesuaikan
dengan ruangan yang ada.
Pelaksanaan,
Tarian ini dilaksanakan dalam acara hiburan, setelah
acara resmi dibuka, maka
tamu ikut menari, dan para penari khusus yang membawa
selendang, untuk di
kalungkan kepada tamu yang disenanginya untuk diajak
sebagai pasangannya
menari.
Tari
Piring :
Pelakunya,
Tari ini dimainkan oleh 2 orang penari
Pelaksanaan,
Tarian
ini dailakukan sebagai bentuk keterampilan, yang pelaksanaannya pada
acara
adat atau upacara penganten
Redap
Kelentang :
Pelakunya,
Pemainnya
sebanyak 5 orang yaitu, 1 orang pemain redap, 1 orang pemain
kelentang, 1 orang pemain gong dan 2 orang pesilat.
Pelaksanaan,
Seni ini dilakukan dalam upacara penganten, sebagai tanda
adanya pesta
Pernikahan atau pesta peresmian pertunangan (nunggu tunang).
Demikian sekilas Seni Budaya daerah Lintang IV Lawang,
yang sebagaian telah musnah, kami (penulis) sangat berharap kepada Pemda
Kabupaten Empat Lawang, memberikan perhatian kepada kesenian yang pernah ada di
daerah Empat Lawang, ditumbuh kembangkan lagi, sehingga dapat dijadikan sebagai
objek wisata, bahkan lebih dari itu, agar para generasi penerus anak bangsa
mengenali seni budaya daerah mereka…….semoga
7. Seni Bela Diri/ Kuntau
Sejarah
Kuntau
Menurut Yamin yang
merupakan orang Lintang mengatakan bahwa kuntau Lintang 4 Lawang berasal dari
Tebing Tinggi yaitu sekitar tahun 1890-an Gindo Kintang (almarhum) yang
merupakan orang Lintang, pergi ke daerah Tebing Tinggi yang kemudian belajar
ilmu beladiri kuntau kepada Jaya (almarhum) yang merupakan orang daerah Gu
Aras, Tebing Tinggi. Pada tahun 1895-an Gindo Kintang kembali ke daerah Lintang
4 Lawang, yang kemudian mengajarkan ilmu baladiri kuntau kepada orang-orang Lintang yang salah satu
muridnya adalah Muin (almarhum), yang kemudian juga mengajarkan kuntau di
Lintang dan salah satu murid Muin adalah Mat Diyas (almarhum), Mat Diyas juga
mempunyai beberapa murid yang salah satunya adalah Mat Demiri (almarhum). Mat
Demiri juga mengajarkan dan menyebarluasskan ilmu beladiri kuntau dan mempunyai
beberapa murid yang salah satunya adalah Mat Jay (almarhum). Mat Jay mempuyai
beberapa murid yaitu diantaranya adalah Marlen, Dit, Tohar, Muslim, sampai
sekarang.
Kuntau merupakan ilmu beladiri yang dijadikan
orang – orang Lintang sebagai salah satu kebudayaan Lintang, karena dulu ilmu
beladiri kuntau merupakan salah satu sarana dalam mempererat tali persaudaraan,
membela dan menjaga diri dari serangan musuh. Kuntau banyak disenangi oleh kaum
muda karena dalam ilmu beladiri kuntau, selain mendapat teknik – teknik
menyerang, menangkis dalam melumpuhkan musuh juga mendapatkan amalan – amalan
ilmu tenaga dalam yaitu ilmu meringankan tubuh seperti berdiri diatas daun dan
berjalan diatas air pada saat menyeberangi sungai, Ilmu menghilang (Silam)
seperti pada saat terdesak dalam menghadapi banyak musuh dalam sekejap dapat
menghilangkan diri dari kepungan musuh, Ilmu kebal berupa kebal senjata api,
kebal senjata tajam, kebal tembung batu, selain itu ilmu sambut angin yaitu
menangkap dan melumpuhkan musuh secepat angin. Contoh salah satu amalan kuntau
yaitu Waman Takun Birrosullah, Nusro Tuhul Intal Tuhul, Kosdu Fi Ajamiha Tajum,
amalan ini digunakan untuk menghindari diri dari serangan musuh, baik yang
halus (gaib) maupun yang kasar (nyata).
Sumber : http://forumlintangempatlawang.blogspot.com
Sumber : http://forumlintangempatlawang.blogspot.com
aku tertarik belajar budaya lintang soalo bapangku jemo lintang tapi endo kuan nak belajar ngan sapo :)
BalasHapusaku pengen ngenalkan budaya lintang ngan jemo di palembang, apolagi aku anak teater. jadi pengen nian maen teater bertema budaya empat lawang :)
BalasHapus