Jumat, 08 Maret 2013

Bangga Atau Malu Menjadi Orang Lintang

"Bangga atau malu menjadi orang Lintang", kalimat ini cukup membuat saya binggung sebagai putra yang mewarisi dara orang Lintang, pada mulanya saya begitu bangga mengakui diri saya sebagai orang lintang di tanah perantauan, kemudian sedari lama perasaan itu kian menyusut, terkikis, dan hampir hilang di tendang oleh perasaan malu itu.
Bagaimana tidak, semenjak melangkahkan kaki keluar dari kampung halaman sebagai anak perantauan, belum perna ada pujian bagus yang membelai kuping ini, sebaliknya celaan buruk tentang perangai (sifat) dari orang Lintang yang hampir di samakan dengan orang-orang sadis, yang punya perangai kejam, keras, kasar dan bla.bla.bla.bla... Ironis memang, tapi itulah pandangan orang-orang luar tentang orang-orang Lintang.


Ingat kenangan Awal tahun 2009, ketika aku berjuang di perantauan, mencoba mencari tambahan uang saku sebari mengisi banyak waktu luang di akhir semester kuliah, satu kesempatan hampir hilang di sebabkan karna latar belakang aku sebagai orang lintang.
" Dide ngebuno mati Jadilah" (Kalu tidak mati ya ngebunuh). terlontar kalimat dengan logat bahasa daerah Pagar Alam - Sumsel.  itulah kalimat sambutan pertama ketika wawancara kerja perdana ku. kaget, takut, gemetar dengan keringat yang terus mengucur tapi bukan karena gerah,  dan juga bukan karena efek pagi-pagi belom sempat sarapan, tetapi karena takut akan harapan bekerja akan di tolak mentah-mentah oleh HRD yang berhadapan denganku waktu itu. tapi Alhamduliilah, tak seburuk yang ku bayangkan, aku langsung di terima bekerja mulai hari itu juga. 
 HRD yang rupanya orang yang berasal dari Pagar Alam (daerah tetangga) itu cukup mengerti dengan keadaanku setelah melalui percakapan asyik hampir selama satu jam. (Thanks to Kk. Efran).

Hal yang sama mungkin di alami juga oleh sebagian orang-orang Lintang yang beranda di perantauan, faktanya hal tersebut benar-benar berlaku ketika beberapa orang teman menceritakan pengalaman yang sama denganku ketika hidup di perantauan.

Tidak semua salah atas pendapat orang-orang yang menjust jelek terhadap orang-orang Lintang, dengan kondisi sosial yang minim dan pendidikan moral yang rendah, memang sebagian besar orang-orang Lintang tumbuh dengan watak keras dan kasar.
Intropeksi dengan diriku sendiri, aku juga mewarisi sifat tersebut yang di turunkan oleh Orang tua ku sendiri, yang di akibatkan metode medidik yang mengandalkan kekerasan. tapi seiring waktu berbaur dengan lingkungan perantauan yang heterogen aku dapat belajar psikologi berbagai macam orang dari suku yang berbeda-beda. disini pula aku belajar merubah sedikit demi sedikit perangai kasarku sebagai orang Lintang.

Kelak aku berharap sebagai orang lintang ingin menyandang Lencana positif  yang di sematkan oleh orang-orang di luar daerahku, dan mengakui keberadaan orang lintang yang bisa di banggakan bukan orang Lintang yang di takuti.




5 komentar: