Minggu, 10 Maret 2013

Perkebuan Sawit Dan Banjir Badang

Sepertiga dari luas daratan Kabupaten Empat Lawang  adalah kawasan hutan. Secara geografis daerah ini merupakan hamparan bukit. Selain menyimpan keanekaragaman ekosistem hayati yang tinggi, hutan di bukit ini juga berfungsi sebagai daerah resapan air yang sangat vital bagi penduduk sekitarnya, merupakan sumber mata air sungai yang menjadi kebanggan daerah Lintang Empat Lawang yakni sungai Lintang, Sungai Musi, Sungai Ayek Deras dan beberapa sungai besar lainnya.
Keberadaan sungai ini telah turut mendukung perekonomian masyarakat sekitar, selain dimanfaatkan  sebagai sumber Irigasi persawahan sungai ini juga mempunyai potensi untuk pembudidayaan ikan air tawar yang dikelola secara arif untuk memenuhi kebutuhan hari-hari mereka.
Hancurnya sumber daya alam hayati di suatu kawasan akan sangat memiskinkan masyarakat sekitar, yang sebelumnya menjadikan kawasan bukit sebagai basis ekonomi.


Sawit dan Kehancuran Bukit Gadung

Beberapa kejadian bencana alam banjir dan kekeringan tengah menerpa beberapa daerah di Indonesia, di Lintang Empat Lawang akhirnya mengalami bencana itu juga. Kejadian banjir dan sejumlah kasus kekeringan ini erat kaitannya dengan laju kerusakan bukit yang di jadikan lahan Perkebuanan Sawit.


Sejak mulai beroperasinya  PT.ELAP, sejak saat itu pula Bukit Gadung berada dibawah tekanan luar biasa, kehancuran ekosistem mulai nampak, kearifan lokal yang dipelihara secara turun-temurun mulai terusik, kondisi ekonomi masyarakat menurun akibat terbatasinya aktifitas masyarakat disekitar areal konsesi perusahaan, janji-janji manis perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar mulai terlupakan dan terkubur hingga saat ini.


Berselang beberapa tahun kemudian secara perlahan-lahan intensitas banjir datang, daerah yang berpuluh-puluh tahun belum perna kena bencana banjir Badang, kini kini merasakan dampak dari bencana itu.
Banjir bandang yang pertama kali terjadi ini pada tahun tanggal 11 Februari 2013, ketika itu  PT. ELAP baru beroperasi selama 4 tahun hasilnya adalah masyarakat menelan kerugian materil bernilai ratusan juta rupiah,



Pembukaan perkebunan kelapa sawit merupakan ancaman utama terhadap kelestarian ekosistem , apalagi hal ini memperoleh legalitas dari Pemerintah daerah .

Keuntungan ekonomi yang dihasilkan dari investasi perkebunan sawit tidak setimpal jika dibandingkan dengan kerugian yang diakibatkannya apalagi keuntungan itu tidak dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. selain menggerus luasan bukit yang selama ini menjadi penyangga ekosistim alam dan iklim secara global, perkebunan sawit juga mengancam katahanan pangan daerah  ini.
Selain kerusakan lingkungan, investasi perkebunan kelapa sawit juga mengancam keberadaan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya . Secara umum diskriminasi terhadap masyarakat adat sangat jamak terjadi dalam pengelolaan sumber daya hutan dan lahan hutan di Indonesia. Seringkali  hutan lindung, hutan konservasi dan kawasan tambang ditetapkan oleh pemerintah sendiri tanpa melibatkan komunitas masyarakat adat. Padahal, masyarakat adat telah menempati, memanfaatkan, dan bergantung pada hutan serta sumber daya alam tersebut sejak dahulu kala.

Kehadiran perusahaan juga memicu melonjaknya spekulasi tanah di desa-desa.

Kepemilikan tanah yang terpusat pada beberapa orang tuan tanah telah membawa dampak sosial yang sangat besar, inilah proses paling awal dan kunci yang menentukan di mana kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan berskala besar, bukan saja menghancurkan sebuah ekonomi pertanian rakyat yang subsisten tetapi juga memorak-porandakan kepemilikan alat produksi  kaum tani di pedesaan.
Memang praktek penguasaan tanah sangat gamblang ditemui di areal perkebunan sawit skala besar. Pada awalnya perusahaan menjadi pihak yang paling berkuasa atas tanah perkebunan dan tanah sekitarnya.
Kehilangan tanah, secara sadar atau tidak sadar kelak menjadikan masyarakat di sekitar perkebunan memilih untuk mengabdikan diri sebagai buruh pada perusahaan.
Sumber tenaga kerja utama di perusahaan perkebunan sawit saat ini adalah petani tak bertanah atau warga miskin di wilayah asal.

Apa yang dialami masyarakat Lintang Empat Lawang  saat ini mencerminkan bahwa perkebunan sawit di Daerah  Lintang Empat Lawang tidak memberi dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar