Rabu, 30 Agustus 2017

Bujang Lapok

Pulang kampung di Empat Lawang pada bulan Juli  lalu sampai sekarang  masih menyisahkan beberapa pertanyaan dalam hati saya, terkait  beberapa Penomena yang Feneomenal yang membuat miris & geleng-geleng kepala melihatnya. mulai dari bertambahnya anggota komunitas orang gila, bertambahnya banyaknya tukang begal, bertambah banyaknya banci kaleng & bertambah banyaknya Bujang Lapok (bujang tuo)..  dan ini benar-benar fakta loh..

Dan bercerita tentang bujang lapuk, awal cerita yaitu saat pulang kampung kemarin saya  sempat bertandang ke rumah kawan.  Lama juga kami tidak bertemu, maklum saja, kami belum berjumpa semenjak tahun  2003 ketika saya meninggalkan kampung halaman mengadu nasib jadi anak perantauan . Selain itu semenjak saya menikah dan mempunyai anak, saya belum pernah berjumpa sekalipun dengannya. Sehingga, hari itu benar-benar saya mendapat kebahagiaan dobel.

Setelah di jamu dengan segelas kopi & sisa kue lebaran, kami mulai berbincang-bincang. Saat saya  menanyakan istrinya orang mana ia gelagapan, ternyata dia belum menikah. lantas saya tanya, kapan ia menikah. Maklum, di umurnya yang sebaya saya 35 tahun dia belum menikah. Ia katakan, sebenarnya ia ingin sekali menikah sesegera mungkin, tapi sampai sekarang pun ia masih belum mempunyai pacar, maupun perempuan yang ia rasa sukai.

Entah apa paktor yang menjadi penghambat bagi teman-teman yang umurnya hampir kadaluarsa ini sampai begitu susahnya mendapatkan jodoh. kebanyakan si alasannya  klasik,  alasannnya yaitu "kemapanan & modal"
Tapi di pikir-pikir  saya juga dulu nikah juga tak makai banyak modal, apalagi puluhan juta. Modalnya ya saya laki-laki dan hidup saja, cuma itu.. Tapi dengar-dengar rumor dari angin lewat ada juga sie faktor lain yang membuat seseorang betah menjadi lajang, faktor itu karena "kelainan" dalam arti tidak tertarik pada lawan jenis, tertariknya pada sama-sama jenis, Paham kan..?




Membahas persoalan kemapanan memang menjadi permasalahan klasik bagi pasangan-pasangan individu untuk memulai pernikahan atau untuk lebih tepatnya memutuskan untuk menikah. Tak jarang ini berbuah kepada penyurutan langkah untuk menikah.




Mengenai ini kok saya jadi berpikir, apa lantas ukuran klasik kemapanan dengan nominal-nominal itu menjadi syarat utama yang tidak tertulis. Untung saja saya sudah menikah, sehingga belum ada acuan syarat awal sebelum menikah harus punya modal puluhan berjuta-juta atau semacamnya. Darimana saya akan dapatkan itu, yang hanya seorang karyawan di perusahaan swasta.

Memtuskan menikah, meski belum mapan & dengan gaji yang kecil, saya percaya, bahwa masalah rizki Allah sudah ngatur. Saya tidak mau mengambil pusing masalah ini, apalagi persoalan menggenapkan separuh agama. Pasti Allah akan bantu. Orang-orang gelandangan, yang tidur ‘ngemper’ saja berani nikah” itu pikiran saya waktu itu. Ini menjadi bertolak belakang pemikiran dengan beberapa  orang teman saya.

Tak dapat dipungkiri, di zaman sekarang ini. masalah materi memang perlu menjadi pertimbangan saat menikah. Apa-apa duit. Akan tetapi, apa layak menjadi patokan? apa kemudian malah akan menjadikan penghambat bagi seseorang untuk menikah. Mestinya, jika tekad kita sudah bulat, serahkan semuanya pada Allah Swt.

Pun juga, dalam banyak kasus yang terjadi dan seringkali menjadi penghambat untuk menikah adalah persoalan tampang atau wajah. Ada banyak kisah lucu mengenai hal ini. perlu ditertawakan sebagai ironi. Patokannya, seseorang itu layak atau tidaknya sebagai pendamping hidup kita adalah dengan mengajaknya ke kondangan. Kalau seseorang itu berani mengajak ke kondangan berarti sepadan, jodoh, layak! Ironis yah..

Lantas, jika ia hanya layak dibawa ke sebuah pesta pernikahan, namun tak layak menjadi istri atau suami yang baik, bagaimana nasib biduk rumah tangga kita nanti? Akankah ikut surut bersamaan dengan surutnya undangan menghadiri pesta pernikahan?

Tentu, tidak salah mendamba pasangan tampan atau cantik, berkantong tebal, dan keturunan orang yang terhormat. Hanya saja, juga kurang pas saat semua itu menjadi halangan untuk menikah. Kalau masalah kantong yang menjadi masalah, tiba saatnya kita mengoreksinya. Bukankah Allah maha Pemberi Rizki, Pemurah dan Pengasih. Allah akan pasti beri kemudahan. Apalagi masalah materi, semua bisa dicari. Yang sekarang tidak dimiliki, bukan berarti tidak akan selamanya. Ini masalah usaha kita masing-masing, duit bisa dicari..

Selasa, 29 Agustus 2017

Memperkenalkan Cita Rasa Kopi Robusta Empat Lawang

Rasa-rasanya tak akan pernah asyik jika bertandang & mengobrol maupun bertamu tanpa di suguhi segelas kopi hangat.
Kita semua pasti sudah sangat akrab dengan kopi meski bukan penikmat kopi sekalipun. Di Indonesia sendiri banyak jenis dan karakter kopi yang ada, mulai dari Aceh sampai Papua. Hal itu pula yang menjadikan Indonesia sebagai penghasil kopi terbesar ketiga di dunia.

Kali ini saya mencoba bercerita tentang salah satu kopi yang berasal dari daerah kita tercinta Empat Lawang, Sumatera Selatan. Kopi ini adalah Kopi berjenis robusta yang memiliki aroma wangi  dan rasanya yang gurih meninggalkan kesan tersendiri bagi penikmatnya. meski tidak setenar kopi Robusta Basemah ataupun Kopi Robusta Lampung. tetapi perlu di ketahui bahwa mayoritas petani yang ada di Empat Lawang adalah Petani Kopi, dan hasil kopi Empat Lawang dari zaman dulu telah mengisi pangsa pasar kopi Indonesia.
Bahkan Empat Lawang menjadikan kopi sebagai ikon daerahnya.Tidak lengkap rasanya,jika datang ke Empatlawang tanpa menikmati secangkir kopi atau tidak membawa oleh-oleh kopi sebagai produk perkebunan andalan daerah tersebut.
Mayoritas Kopi Empat Lawang adalah jenis Robusta yang tumbuh di dataran tinggi di sekitar pegunungan & perbukitan.  adapun ciri khas Kopi Robusta adalah   rasanya yang lebih menyerupai cokelat. Bau yang dihasilkan juga manis. Tekstur dari kopi ini cenderung kasar dan memiliki warna yang bervariasi. Mungkin Anda perlu juga mengetahui ciri-ciri dari pohon Robusta. Pohon Robusta lebih rentan diserang serangga. Ini bahkan tumbuh pada daratan rendah yaitu sekitar 700 m dpl. Jumlah biji kopi yang dihasilkan juga lebih tinggi. Untuk proses berbunga, diperlukan waktu hingga 10 bulan yang nantinya menjadi buah. Jenis kopi ini berbuah pada suhu udara yang lebih hangat.
Rasa dari kopi Robusta, ini cenderung memiliki variasi rasa yang netral. Terkadang ini juga memiliki rasa atau aroma seperti gandung. Sebelum disangrai, biji kopi ini memiliki aroma kacang-kacangan. Yang disayangkan, amat jarang untuk menemukan robusta berkualitas tinggi dipasaran sana. Faktanya, harga biji kopi Arabica lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kopi Robusta.
Kini untuk lebih mengenalkan kopi Empat Lawang, Pemerintah Kabupaten Empat lawang melakukan berbagai upaya mulai dari edukasi pada petani sampai peningkatan kualitas dalam prosesnya juga pemasaran. 

Seperti contoh pada bulai April 2017 kemarin Empat Lawang mengirimkan kadernya untuk mengikuti pelatihan "Uji Cita Rasa  Kopi" yang di adakan di Jember. hal ini di harapkan agar kelak dapat memberikan ilmu yang dapat di terapkan di masyarakat Empat Lawang sekaligus memperkenalkan kopi Empat Lawang di kanca Nasional.






Empatlawang yang memiliki tupografi daerah perbukitan,dikenal sebagai daerah sentra penghasil kopi di Sumsel.Dari 8 kecamatan,7 kecamatan di antaranya mengandalkan kopi sebagai produk andalan pertanian. Luasan perkebunan kopi di kabupaten dengan slogan Saling Keruani Sangi Kerawati tersebut mencapai 60.398 hektar lebih.
Saat ini perkebunan kopi di Empatlawang masih merupakan perkebunan rakyat dan menjadi mata pencarian utama.Tidak kurang dari 37.554 kepala keluarga (KK) di Empatlawang berprofesi sebagai petani kopi.Itulah menjadi salah satu alasan pemerintah setempat menjadikan kopi sebagai ikon daerah.Sehingga timbul istilah,belum merasa ke Empatlawang jika belum menikmati secangkir kopi dan membawa oleh-oleh kopi dari Empatlawang. 

Meskipun saat ini kopi asal Empatlawang belum dijual dengan kemasan khusus dan dipasarkan secara nasional,namun kekhasan kopi Empatlawang sudah mulai dikenal. “Untuk hasil perkebunan andalan,kopi masih menduduki peringkat pertama hasil perkebunan di Empatlawang dibanding jenis tanaman perkebunan lain.