Senin, 22 Desember 2014

Kebudayaan Empat Lawang, Hidup Segan Mati Tak Mau

Perkembangan Kesenian di daerah tidak terlepas dari unsur-unsur kebudayaan yang ada di suatu daerah tersebut, terutama pada apresiasi dan tingkat penghargaan terhadap nilai-nilai budaya suatu daerah. Maju dan mundurnya  atau berkembangnya proses kebudyaan akan berjalan dengan baik, bila nilai-nilai budaya dijunjung tinnggi di masyarakat kita. 
 
Perkembangan budaya tidak dapat berkembang dengan sendirinya, melainkan melalui unsur-unsur yang mempengaruhi kebudayaan itu sendiri. Contohnya pola pikir masyarakat, kebiasaan yang dilakukan masyarakat, serta pengaruh budaya (kultur) di masyarakat itu sendiri.
Perkembangan budaya  hanya bisa dikembangkan melalui pendidikan, baik pendidikan formal, maupun pendidikan non formal, yang memiliki peran penting di dalam masyarakat dan keluarga.
Budaya yang maju akan mempengaruhi dinamika masyarakat. Dinamika masyarakat yang berkembang akan melahirkan unsur-unsur yang bernilai seni tinggi, sehingga dapat ikut serta memajukan daerah.
Seiramah dengan akal dan pikiran yang ada di suatu daerah, unsur kesenian yang meliputi  seni rupa, seni musik, seni tari, seni teater dan seni sastra.

Kalau kita lihat perkembangannya di Empat Lawang sangatlah lamban, karena banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu diantaranya yang telah saya uraikan diatas tadi, iklim kebudayaan dan apresiasi masyarakat juga akan sangat berpengaruh pada proses perkembangan seni budaya di suatu daerah.

Banyak kebudayaan & seni yang sudah hilang, seperti Rejung, tadut, jidur, bola rago (takrau), tulis ulu dan kebudayaan lainnya. Nah, ini mesti menjadi perhatian pemerintah daerah untuk menggali kembali dan mengangkat kebudayaan ini, karena ini merupakan warisan nenek moyang yang mestinya tetap lestari seiring perkembangan zaman.

Salah satu cara untuk menjaga kebudayaan lama & melahirkan karya-karya seni baru di Empat Lawang adalah dengan menumbuhkan wadah-wadah untuk menyalurkan kreatifitas seni melalaui sanggar-sanggar seni yang selama ini masih sedikit. 


Untuk saat ini sanggar seni di Empat Lawang yang sudah berjalan cukup lama jumlahnya tidak banyak. Seperti : 
- Sanggar Seni Merah Jambu Lubuk Puding Kecamatan Ulumusi.
- Sanggar Seni Musi SMP YPBI 24 Padang Tepong Kecamatan Ulumusi.
- Sanggar Seni Pelangi SMP Negerui 1 Ulumusi.

Sebenarnya, banyak berdiri sanggar-sanggar di Empat Lawang  terutama di sekolah-sekolah.  Akan tetapi dari kebanyakan sanggar itu tidak didaftarkan. “Ini sangat disayangkan. Sebab sanggar seni merupakan wadah belajar berkesnian yang tentunya merupakan asset untuk mencetak karya seni budaya daerah yang bermutu di Empat Lawang,”

Kita berharap, di masa mendatang dengan apresiasi dari masyarakat terhadap kesenian di Empat Lawang akan dapat menumbuh kembangkan kesenian yang lahir dari akar kebudayaan daerah. Insya Allah di Empat Lawang akan lahir karya-karya kreatif dan imajinatif dari seniman, yang sampai hari ini jumlahnya masih sangat sedikit. Yang paling penting bukan karya menciplak atau mencuri dari kebudayaan orang lain. Dan satu hal lagi, Kesenian Empat Lawang akan lahir dan berkembang tidak terlepas dari nilai penghargaan masyarakat, terhadap para seniman yang selama ini cenderung dipandang sebelah mata. Kedepan kita berharap tidak ada lagi pihak yang menilai seniman dengan sebelah mata, sehingga penghargaan karya seni di Empat Lawang akan semakin baik.

Rabu, 05 November 2014

"Lumpatan" Budaya Gotong Royong Menangkap Ikan






Gotong-royong ternyata masih menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Meski gotong-royong dianggap sebagian orang adalah budaya lama seiring masuknya budaya Individualisme mulai tersingkir, namun bagi Masyarakat Desa Terusan Lama Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Empatlawang, ini adalah budaya yang harus dilestarikan.
Hal ini terlihat pada pembuatan perangkap ikan raksasa yang dipasang di tengah sungai Musi yang ber arus deras, masyarakat di sana menyebutnya dengan “Lumpatan”. Menariknya, kebiasaan gotong-royong ini
ternyata dilakukan turun-temurun. Berikut hasil penelusuran tentang “Lumpatan”.



Tebingtinggi, Empatlawang – Di tengah derasnya arus sungai Musi di kawasan objek wisata Pantai
Terusan, Desa Terusan Lama Kecamtan Tebingtinggi, Kabupaten Empatlawang. Tampak beberapa orang sedang sibuk menyusun bambu-bambu
membuat “Lumpatan”.

Lumpatan adalah perangkap ikan raksasa terbuat dari 4 ratusan lebih batang bambu yang diikatkan didasar sungai. Bangunan ini memiliki panjang tidak kurang dari 40 meter lebar 8 meter. Berbentuk menyerupai prisma yang arah rendahnya berhadapan langsung dengan derasnya sungai. Di sebelah hilirnya dibuat meninggi dan didirikan sebuah pondokan (gubuk) kecil untuk istirahat para pemiliknya sembari menunggu ikan memasuki perangkap tersebut. Tidak diketahui pasti, kapan budaya ini dimulai.
Menurut Sarnubi (50), salahsatu Ketua kelompok pembuat Lumpatan, tradisi membuat Lumpatan diadakan setahun sekali sejak jaman nenek moyang mereka. Waktu pembuatan dipilih ketika debit air sungai sedang
menyusut atau pada musim kemarau. Anggotanya tidak kurang dari 10 orang dan maksimal 15 orang, masing-masing memiliki peran berbeda.

“Sebelum membuat Lumpatan kami bersama-sama meninjau kebun bambu, dirasakan bambunya cukup kami pun bermusyawara membagi peran masing-masing,” ungkapnya.
Dikatakannya, di desanya memiliki lebih dari 4 kelompok pembuat Lumpatan, setidaknya ada 2 orang tenaga ahli perancang dalam satu kelompok, meskipun demikian kerjasama yang kompak sesama anggota
menjadi penentu bagus tidaknya Lumpatan didirikan. “mengenai dana, semuanya hasil dari patungan sesama anggota, dana yang terkumpul untuk membeli peralatan seperti paku dan tali,” kata Arahman (48), salahsatu anggota yang lain menimpali.

Dijelaskan Arahman, pembuatan Lumpatan membutuhkan waktu 14 hari, itu tidak termasuk waktu pengumpulan bahan-bahan utama seperti Bambu dan Rotan.
Jika dinyatakan Lumpatan selesai dibangun, sebelum Anggota secara bergiliran menjaga Lumpatan, Seluruh anggotapun mengadakan acara ritual Do’a bersama di pondokan yang ada di Lumpatan tersebut memohon rezeki kepada Tuhan YME dan diahiri dengan makan bersama. “jika sudah selesai, Kami Sedekahi dulu lalu bergiliran menjaganya,

hasil dari tangkapan ikan pun dibagi rata, setiap pancang (anggota-Red) mendapatkan bagian yang sama,” terang Arahman.
Mengenai kekuatan atau ketahanan terhadap derasnya arus sungai, Arahman berani menjamin minimal 6 bulan maksimal 12 bulan.
“6 sampai 12 bulan lah, jika air meluap, inikan tenggelam makanya setiap tahun kami bangun kembali,” imbuhnya.

Kepala Desa Terusan Lama, Fahrozi ketika disambangi dikediamanya, Selasa (19/8). Membenarkan adanya budaya membuat Lumpatan di desanya,
menurut Dia ini murni budaya turun-temurun dalam hal ini selaku pemerintahan tidak ikut dilibatkan.
“Ini murni budaya, jadi untuk membuat lumpatan itu berdasarkan kelompok-kelompok yang membuat, Uniknya untuk membuat lumpatan itu sudah ada kelompok turun-temurun, kalau ada orang baru yang mau
bergabung dalam pembuatan lumpatan harus mengikuti aturan yang didalam kelompok Tersebut.” terang Fahrozi.

Dikatakanya, budaya Lumpatan adalah asli budaya Empatlawang yang harus dilestarikan, karena itu memiliki nilai filosopi tersendiri. Dari budaya musyawarah, gotong-royong, kebersamaan dan kekeluargaan, menyatu dalam budaya Lumpatan.
“Banyak nilai yang terkandung dalam budaya lumpatan, dan ini asli budaya Empatlawang, sayangnya cuma Desa kami yang masih bertahan,itupun tidak lebih dari 4 kelompok yang tersisa,” imbuhnya.
Fahrozi berharap, ada kepedulian Pemkab Empatlawang terhadap budaya asli seperti ini, sehingga tidak punah, dan jika dapat dikelola dengan baik dapat menjadi daya pikat tersendiri bagi masyarakat luar Empatlawang untuk mengunjungi dan melihat langsung budaya Lumpatan.
“karena membuat Lumpatan ada waktu-waktu tertentu, tentu dapat dijadikan acara layaknya sebuah festival,” ucap Fahrozi.

Sementara, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Empatlawang, Hj. RR. Endang DS melalui kabid kebudayaan, Hartilinsi sangat mendukung pelestarin kebudayaan di Empatlawang, apalagi menyangkut dengan kebudayaan asli tentu pihaknya akan merespon sejauh mana perkembangan kebudayaan itu sendiri. Untuk budaya Lumpatan pihaknya akan bekerjasama dengan Pemerintahan Desa guna menggali lebih dalam budaya Lumpatan tersebut.
“Pemerintahan empatlawang dalam hal ini Disbudpar sangat mendukung pelestarian budaya di empatlawang termasuk budaya Lumpatan. Karena masih banyak sekali budaya yang belum tergali, peran serta masyarakat Saya harapakan untuk dapat menggalinya bersama-sama,” ujar Hartilinsi didampingi Kasibinabudaya, Sudiargo di Ruang tugasnya.

Dijelaskannya, untuk budaya Lumpatan ini nantinya akan dimasukkan kedalam program Pelestarian dan Aktualisasi Adat Budaya Daerah. “kedepannya nanti kita bisa menggundang wisatawan, bahwa inilah
Lumpatan salah satu ciri khas empatlawang yang terletak di desa Terusan Lama serta dengan adanya lumpatan ini bisa menjaga kelestarian lingkungan. Karna penangkapan ikan seperti ini tidak merusak ekosistem alam,” terangnya.

Sumber : mangoci4lawang.worldpress.com

Rabu, 30 April 2014

Berburu Jamur/ Tighaw Di Lintang Empat Lawang


Embun masih membasahi rerumputan ketika sepatu boot Neanang (Kakek)  menapaki jalan di tepian Sawah pinggiran hutan penduduk yang bersebelahan dengan sungai lintang. Biru langit tanpa batas menghiasi perjalanan Neanang pagi itu.  Sepatu boot memang merupakan perangkat wajib bagi orang-orang  yang tinggal di kebun/ hutan seperti Neanang, hal ini di butuhkan ketika mereka beraktifitas di dalam kebun/ hutan  lembab yang masih banyak dihuni oleh pacet maupun ular . 



Setiap pagi atau sore di musim penghujan, dulu Neanang sering mengajak aku  menyusuri semak-semak di hutan pinggiran sungai lintang untuk berburu Jamur. kegiatan ini bukanlah sebagai mata pencaharian tapi aktifitas ini di lakukan sembari berangkat atau pulang dari kebun. 

Puluhan batang pohon harus dicermati oleh Neanang, dan ini sangat membutuhkan kewaspadaan yang ekstra dalam berburu jamur. dimana Jamur biasanya tumbuh di batang pohon yang mati atau di bawah pohon dengan kondisi tanah yang lembab dan  kurang sinar matahari.

Dangau/ Pondok  tempat neanang tinggal di kebun  memang lumayan jauh dari tempatnya berburu jamur. Tak hanya Neanang, Masyarakat Lintang Empat Lawang  pada umumnya adalah pejalan kaki yang handal, tiap hari pagi dan sore mereka jalan kaki bolak-balik dari perkampungan menuju ladang yang jaraknya kadang mencapai puluhan kilometer. 

Dangau/ Pondok Neanang memang sedikit terpencil dari pondok milik petani yang lainnya, bangunan panggung berdinding papan  dan bambu, disekat dalam tiga ruangan. Ruang tamu sekaligus balai-balai untuk tidur dan menerima tamu. Lalu terdapat ruang tengah, dihiasi satu lemari kayu dan barang perabotan ala kadarnya. Sementara ruang paling belakang, terletak dapur tradisional. hanya ada satu barang elektronik yang terlihat yaitu radio antik bermerk Cawang yang menjadi teman setia Neanang ketika beristirahat di peraduannya. 

Ada berbagai macam tighaw atau jamur yang dapat di temukan di dalam hutan ini, mulai dari ukuran jempol tangan sampai ukuran kepala manusia. aku masih ingat jelas beberapa tighaw/ jamur yang dapat dikonsumsi yang perna di jelaskan oleh Neanang.

1. Jamur Grigit




Jamur grigit ini warnanya putih, berbentuk seperti kipas kecil bergerombol, biasa menempel di ranting atau dahan pohon kering di hutan. tapi jamur grigit umumnya lebih suka tumbuh di batang pohon kemiri yang tumbang,  rasanya gurih  dengan tekstur kering, berbeda dengan jamur pada umumnya yang bertekstur kenyal ketika di masak. dan ada sebagian masyarakat Lintang Empat Lawang yang memang mencari jamur ini untuk dijual.



2. Jamur KiJang 




Jamur Kijang merupakan jamur yang tumbuh di atas tanah, warna tudungnya cokelat mirip dengan warna kulit kijang/ rusa, dengan ukuran tudungnya rata-rata berdiameter 10 cm, dan ketika tudung ini mulai tua maka  maka pinggiran tudung biasaya akan  terbelah. Jamur ini sekarang sangat sukar sekali di temukan, apalagi dengan siklus tumbuhnya yang cepat dan tumbuh tidak bergerombol, serangga seperti ulat & semut pun sangat suka dengan jamur ini, maka tidak heran apabila kita menemukan jamur ini biasanya  sudah dalam kondisi yang rusak di makan serangga.

3. Jamur Kelumbuk





Diantara beberapa jenis jamur hutan, jamur kelumbuk ini merupakan jamur yang paling enak menurut aku, biasanya jamur ini dimasak dengan cara di pepes. Ukuran tudungnya hanya sebesar jempol tangan orang dewasa, dengan warna cokelat tua kemerahan dan batang bewarna putih keabuhan, jamur ini di panen sebelum tudungnya mengembang. ekologinya biasanya ditanah dengan humus yang tinggi maupun di pohon mati yang sudah lapuk, tumbuhnya bergerombol dengan masa siklus hidup yang singkat.

4. Jamur Cocor Beber/ Jamur Kuping Monyet/ Jamur Ceghap Ceghop



Kalo untuk jamur yang satu ini mungkin sudah tidak asing lagi untuk kebanyakan orang karena jamur ini hampir di seluruh indonesia dapat di temukan, malah dapat di beli dipasar-pasar tradisional. 
Dan di setiap daerah jamur inipun mempunyai nama sendiri-sendiri, untuk daerah Lintang Empat Lawang sie jamur  ini sering di sebut dengan "tighaw ceghap ceghop", entahlah dari mana asal usul nama itu muncul, tapi kata Neanang sie karena suara ceghap ceghop berisik sewaktu kita mengunya jamur ini makanya di namai jamur ceghap ceghop.

5. Jamur Tumbuh Petang 






Struktur, ukuran & warna  jamur ini mirip sekali dengan jamur Kelumbuk sewaktu tudungnya sudah mengembang, yang membedakannya yaitu jamur ini tumbuh bergerombol dengan populasi yang padat dan banyak, tumbuh di tanah yang lembab & kurang sinar matahari,  waktu tumbuhnya pun juga  di sore hari, itulah kenapa jamur ini dinamai jamur Tumbuh Petang.
Sekarang jamur ini juga sukar di temui, hal ini dikarenakan berkurangnya areal hutan yang masih terawat keasrian dan kaya akan humus. 

6. Jamur Elang 


Nah dari sekian banyak jamur, jamur elang inilah yang paling unik bagiku, dapat menemukan jamur ini tumbuh merupakan suatu keberuntungan dengan tingkat kegembiraan di atas normal.
Jamur ini tumbuh tunggal, populasinya tumbuh paling banyak tiga batang, dengan ukuran batang & tudung yang super big size..  diameternya dapat mencapai 30 cm, dan konon kata Neanang sewaktu areal hutan masih luas jamur dan asri Jamur ini dapat ditemukan dengan diameter mencapai 50 cm.
tapi untuk rasanya sie menurut aku tidak sebanding dengan tampilannya. rasanya kurang enak dibanding dengan jamur-jamur yang lain.


Dan tidak lupa juga dulu Neanang  memberikan penjelasan tentang ciri-ciri jamur yang tidak dapat dimakan atau jamur beracun. Menurut Neanang umumnya Jenis jamur beracun umumnya memiliki warna cukup mencolok mata, misalnya, merah darah, hitam, cokelat, hijau tua, biru tua, dan sejenisnya.
Sebaliknya, menurut  Neanang kebanyakan   jamur-jamur berwarna terang tergolong ke dalam kelompok yang dapat dimakan.

Indikasi lain, untuk mengetahui jika jamur itu beracun yaitu jamur dapat dikerat, kemudian dilekatkan dengan benda yang terbuat dari perak asli (pisau, sendok, garpu, atau cincin), pada permukaan benda-benda itu akan muncul warna hitam (karena sulfida) atau kebiruan (karena sianida).

dan untuk ciri-ciri lain untuk mengenali jamur beracun adalah :

Jamur beracun biasanya mempunyai cincin atau cawan. Tetapi khusus untuk beberapa jamur itu tak berlaku, seperti pada jamur merang yang memiliki cawan dan campignon yang bercincin.
Bau jamur yang beracun selalu menusuk. Bisa seperti bau telur busuk atau seperti bau amoniak.
Jamur beracun biasanya tumbuh di tempat yang kotor.
Jamur beracun akan cepat menimbulkan karat pada pisau yang dipakai mengeratnya. Namun, jika pisau yang dipakai terbuat dari perak, warna hitam atau biru tua akan segera muncul.
Jamur beracun berubah warna dengan cepat pada waktu pemanasan dan pemasakan.

Alhamdulillah selama ini sih Setiap jamur yang kita konsumsi  dari hasil berburu Neanang belum pernah yang namanya keracunan jamur, apalagi orang Lintang Empat Lawang mempunyai tips khusus dalam mengenali jamur itu beracun atau tidak yaitu sewaktu dimasak jamur dicampur dengan terong, apabila terong tersebut tidak mau empuk maka dapat dipastikan kalo jamur tersebut beracun. Nah, demikian sekilas cerita pengetahuan  yang kudapat dari Neanang, semoga dapat menambah wawasan kita.. :)

Senin, 28 April 2014

Sahabat Sepanjang Masa


Hari ini tergerak hati pengen ngebuka blog yang sudah berapa bulan ini kutelantarkan, entah karena aku mulai malas, atau aku benar-benar tidak mempunyai inspirasi lagi buat menulis, atau aku benar-benar teralihkan karena kesibukan ku. nah.. Jadi kali ini aku coba kembali luangkan waktu buat  mengisi kembali beranda di blog ini.
Ok..tema tulisan kali ini adalah :  "Now i want to tell u a litle story about friend and friendship.."
Kata Andi temanku sie..semakin tua usia semakin berkuranglah teman kita..
Hmm, jawabannya bisa iya bisa enggak tergantung individunya kali.. tapi dari sekian banyak teman yang ku survei mereka mengatakan semakin tua usia kita semakin berkuranglah teman kita itu betul. dan apabila kita mengalami kondisi itu maka baru sadarlah kita betapah indah & berharganya waktu-waktu yang perna kita habiskan bersama teman-teman kita dahulu. 


Dan membahas tentang sahabat maka kali ini tulisan ku dedikasikan untuk mengenang Almarhum sahabat terbaik yang perna ada bagiku. 
Jika seseorang ditanya makna sahabat maka masing-masing akan memiliki definisi khusus akan arti sahabat. Aku sendiri sulit mendeskripsikan apa itu sahabat. Yang pasti sahabat adalah orang yang cukup bisa mengerti dan menerima kita apa adanya. Sahabat juga sulit dideskripsikan melalui kata-kata karena tak kan pernah habis kata untuk mendeskripsikan makna sahabat itu sendiri.
Yongki Saputera adalah nama lengkapnya. Yongki adalah panggilannya. Pertama kali bertemu dengannya ketika masuk kelas 4 Sekolah Dasar. sebagai murid pindahan aku langsung bisa berteman baik dengan dia dan  secara kebetulan aku dan Yongki berada dalam satu kelas setiap kenaikan kelas, mulai dari SD, SMP sampai SMA, satu sekolahan, satu kelas & satu meja. cuma ada berapa semester saja kita pisah sebentar.

dari Jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan pun berganti tahun. kebersamaan kami terjalin  hingga akhir SMA. Terlalu banyak kisah yang sulit untuk ku ungkapkan jika harus menceritakan kisah setiap semesternya. Saking solmetnya kami pun mengikuti setiap kegiatan, organisasi sampai masalah Asmara bersama-sama. apabilah aku tidak ikut suatu kegiatan maka yongki juga tidak ikut begitu juga sebaliknya. belajar di meja yang sama dari SD sampai dengan SMA tidak membuat kami bosan atau sebagainya, sebaliknya banyak sisi positif yang kami bawa, seperti halnya hubungan mutual simbiosis dalam ilmu Biologi, aku dang yongki sama-sama saling melengkapi. Betapa senangnya dulu aku memiliki sahabat sepertinya. Tak kan habis jika ku ceritakan semua tentangnya. Tak kan berujung jika ku jabarkan cerita bersamanya. Tak kan pernah ada batas persahabatan ku dengannya. Yang ku tahu aku adalah sahabatnya dan dia adalah sahabat terbaikku.

Hingga pada akhirnya setelah lulus SMA, masing-masing dari kami memilih jalan yang berbeda. Berusaha mengejar cita-cita-nya sendiri. Semua berjalan seperti biasa. Tidak ada satu tanda pun yang akan membawa kami pada keadaan duka.

Di penghujung Tahun 2003 seusai hari ujian akhir SMA, aku pun merantau ke Lampung melanjutkan study ke perguruan tinggi . Selama itu kami tetap menjalin persahabatan jarak jauh. tak sabar menunggu setiap liburan semester agar bisa reuni dengan sahabat ku ini,  aku begitu merindukan saat-saat kami masih bersama, bercanda dan tertawa bersama, berdiskusi dan berbagi pengetahuan akan segala sesuatunya, dan masih banyak lagi. Hanya satu yang tak pernah kami lakukan adalah sengaja untuk berfoto berdua. Rasanya sulit mencari foto ku khusus dengannya semasa SMA. Oh ada satu, waktu kita muncak di gunung Dempo tapi itu pun ada teman-teman di dekat kami.


(Di gambar aku memakai syal & sedang merangkul yongki dari belakang)
Setelah sekian lama berteman, aku pada akhirnya menyimpulkan bahwa Yongki adalah seorang pribadi yang menakjubkan. Seorang Lelaki baik & Periang, tenang dan candanya membawa ketenangan bagi yang ada di dekatnya.
Hingga pada hari itu terdengar kabar berita duka bahwa Yongki telah meninggal karena Kecelakaan, di kampung halaman Lintang Empat Lawang. Seakan tidak percaya mendengar kabar itu. Berharap bahwa berita itu tidak benar adanya. Duka-pun langsung menghampiri ku.

Aku terus menangis di dalam bis sepanjang perjalanan pulang dari Lampung ke Lintang Empat Lawang, tak peduli dengan penumpang yang lain, tak ingat aku mestinya malu menangis sebagai seorang lelaki.

Sayangnya, hidup itu selalu penuh kejutan yang tidak menyenangkan. Kadang membuat kita sedih dan menangis. – Kematian. Tapi aku tidak ingin cobaan yang menimpa Yongki dan kami berakhir dalam muram dan duka yang tidak berkesudahan. Aku ingin cerita Yongki ini menjadi inspirasi bagi kita teman-teman semua. Sebuah cerita yang menjadikan kita selalu bersyukur. Kisah yang menjadikan kita sebagai pribadi yang tidak pantang menyerah ketika menemui kesusahan. Kisah yang menantang kita untuk tetap berpegang pada keyakinan walaupun mendapatkan ketidakadilan.

Kadangkala aku suka berpikir “kenapa orang baik baik hidupnya lebih singkat dari mereka yang bejat”, bagiku ini suatu ketidakadilan.

Sampai akhir hayatnya dengan tubuh kaku dan dingin Yongki tetap tersenyum sebagaimana yang merupakan ciri khas-nya

Terima kasih telah mengisi kisah dalam hidup ku selama ini. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti mu. Sahabat yang bisa menempatkan diri dalam situasi apapun, bercanda dan serius, menghibur dan mengajari ku banyak hal.

Maka, kusudahi cerita ini. Bagiku Yongki sahabat sepanjang masa.
Doaku kepadamu, semoga ibadah-mu diterima di sisi-Nya dan semoga dirimu damai di surga.

Tulisan ini ku dedikasikan untuk mu duhai sahabat terbaikku, untuk para pembaca yang memiliki sahabat terbaiknya. Mari memaknai makna sahabat menurut prinsip dan kriteria masing-masing.

Salam persahabatan.

Kamis, 23 Januari 2014

Empat Lawang Dengan Caleg Muda, Apakah Berkualitas..?

Oke Sebelumnya saya pertegaskan bahwa penulisan ini hanya untuk di baca saja, bukan untuk di perdebatkan apalagi untuk di complain, karena saya tidak punya contak person untuk menerima pengaduan.. 

Kadang saya berfikir bahwa semakin lengkap dan enak serta asyiknya jadi pejabat negara dengan kesempurnaan gaji dan fasilitas serta tunjanganya, menjadikan TUJUAN dan NIAT dari masing-masing pejabat negara sudah berubah?.  (itu menurut pendapat saya kalo abis nonton berita-berita di TV)

Jadi kalau ada Caleg atau mereka yang saat ini sedang berebut untuk bisa menjadi wakil rakyat atau pejabat negara lainya, yang ada di OTAK mereka kebanyakan hanya ingin menikmati semua fasilitas mewah yang akan dinikmati oleh pejabat negara?. garis bawahi ya "kebanyakan" jadi tidak menutup kemungkinan ada caleg-caleg yang mempunyai niat baik, benar-benar dengan tujuan sebagai penyalur aspirasi rakyat. 

Yaa... bagaimana tidak tergiur ketika menjadi pejabat negara, pada kenyataanya gaji menjadi wakil rakyat dan pejabat di negara di Indonesia memang sangat tinggi dan menggiurkan.

Jika para caleg diberikan pertanyaan, “apakah mereka ini mau menang atau tidak dalam pemilu 2014 mendatang?“, pasti jawabannya “semua caleg mau menang”. Kemenangan yang dimaksud tentu ketika para caleg ini mampu bersaing dan merebut satu jatah kursi legislatif pada pemilu nanti. Lalu pertanyaan berikutnya, “bagaimana caranya agar bisa menjadi pemenang?”.
yaaa... banyak jalan menuju roma, artinya berbagai macam cara pula dapat dilakukan oleh para caleg demi meraih kemenangan.  mulai dari yang kampanye umum, pasang baliho, pencitraan via media sosial dll..  

Untuk tahun 2014 ini Kabupaten Empat Lawang di Warnai dengan munculnya para politisi muda yang ganteng-ganteng dan cantik, yang mencoba peruntungan untuk menjadi bagian dari para wakil rakyat.. 
beberapa foto ini aku unduh secara ilegal tanpa persetujuan yang punya (yaa Allah Ampunilah dosa-dosaku)









Tapi kita patut mengapresiasi para caleg muda ini, Politisi muda yang sukses karena kerja keras dan pengalaman di bidang politik ini memang layak diapresiasi, tapi bagai untuk para politisi muda yang baru seumur jagung di dunia politik mencalonkan diri jadi menjadi calon legislatif.. "wassalam, hanya tuhan yang tau"

Mengutip pernyataan dari  peneliti LS Adjie Alfaraby kala menggelar konperensi pers terkait rilis teranyar LSI di kantor LSI, Jakarta, Minggu (30/10). "Hanya 24,8 persen publik yang menilai baik kiprah politisi muda. Sisanya, sebagian menilai buruk dan sebagian lagi memilih tidak menjawab. Ini jumlah yang sangat kecil," ujarnya.

Sebagai catatan, LSI mendefinisikan politisi muda adalah kader partai politik (parpol) atau anggota organisasi masyarakat (ormas) yang berusia di bawah 50 tahun. Adapun standar itu dipilih karena politisi muda di bawah 40 tahun yang menduduki jabatan strategis di parpol atau ormas masih jarang.

Jika dilihat dari aspek demografi, masyarakat kota--yang semakin melek politik--lebih kritis menilai politisi muda. Hasilnya, hanya 21,2 persen publik di kota yang menilai politisi muda berkualitas baik. Sementara itu, di pedesaan, publik yang menanggap kualitas politisi muda baik sedikit lebih tinggi, yaitu 26,5 persen.
Dilihat dari tingkat pendidikan, 19,7 persen masyarakat berpendidikan minimal sarjana menilai politisi muda berkualitas baik hanya 19,7 persen, sementara untuk publik yang berpendidikan SLTA ke bawah sedikit menilai lebih tinggi, yakni 25,3 persen. Selain itu, 26,8 persen perempuan menilai baik politisi muda dan 22,7 persen pria menilai baik.

Tak lupa, LSI juga--dalam survei tersebut--meminta penilaian publik jika politisi muda dan politisi senior dikomparasikan. Hasilnya, 15,4 persen menilai kualitas politisi muda lebih baik dibandingkan politisi gaek, sementara 23,8 persen berpendapat sebaliknya, dan 37,6 persen menilai sama.
Adapun survei ini dilakukan LSI pada rentang waktu 5-10 September 2011 dengan melibatkan jumlah sampel 1.200 responden yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Ada dua metode cara pengumpulan data yang dilakukan dalam survei ini, yakni dengan menggunakan kuesioner dan wawancara tatap muka.

dengan ini di harapkan masyarakat dapat lebih cerdas dalam memilih para wakil rakyatnya, dan di mereka jugalah kunci keberhasilan pembangunan Empat Lawang tercinta ini. 

Oya aku titip pesan bagi para caleg, Bagi yang kalah nantinya, tetaplah menjaga kehormatan dan legowo bahwa sesungguhnya manusia hanya bisa merencanakan dan menyusun strategi, tetapi yang sejatinya menentukan kemenangan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa ialah Allah SWT. Karena itu bila caleg ingin berjuang demi rakyat banyak, maka kekalahan merupakan langkah untuk melakukan evaluasi diri tentang kekurangan selama ini yang dimiliki atau karena Tuhan belum berkenan untuk memberikan amanah yang berat itu. Tetapi juga sebaliknya, bila caleg dengan berbagai cara ingin meraih kemenangan dengan ongkos politik yang mahal, bila mengalami kekelahan dan hatinya tidak legowo, maka yang terjadi bisa-bisa ia kehilangan jati diri dan kehilangan akalbudi. 
Menyikapi kemenangan dan kekalahan para caleg, pesan moral dan kearifan perlu dikedepankan. Bagi caleg yang memenangkan pemilu legislatif bahwa sesungguhnya kemenangan itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan segala kesungguhan, bukan sebaliknya dengan merayakan pesta pora. Jika hal itu yang terjadi, maka akan muncul caleg-caleg tidak berkualitas yang justru menambah penderitaan rakyat. Lebih jauh dari itu, sesungguhnya ia telah mengekploitasi dan menyakiti rakyat.

Melalui pemilu legislatif mendatang menjadi tolok ukur kecerdasan rakyat untuk membangun negerinya lima tahun mendatang. Pemilu sebelumnya hendaknya menjadi bahan evaluasi untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Terbukti banyak caleg yang bermasalah dalam menjalankan tugasnya. Diantaranya harus berurusan dengan pihak hukum. Hal itu akibat kesalahan pemilih dalam memilih yang tidak dilakukan secara cerdas dan berkualitas. Untuk itu, momen pemilu legislatif mendatang layak dijadikan modal dasar untuk pemilu yang cerdas berkualitas. Dengan begitu pemilunya berjalan dengan lancar dan damai. Demikian pula caleg yang terpilih akan datang adalah caleg yang cerdas berkualitas karena ia terpilih secara ketat dengan kompetisi sehat. 

kita sangat berharap, walau mungkin pesimis atas perilaku dan moral anggota DPRD dan pejabat negara kita yang semakin “menjijikan”, kita tetap harus tetap optimis dan berharap, pada Pemilu 2014 nanti akan terpilih wakil-wakil rakyat dan pejabat negara yang memang memiliki tujuan mulya dan tidak hanya ingin mencari kekayaan untuk dirinya dan partainya serta golonganya saja tapi benar-benar untuk kesejahteraan Empat Lawang Khususnya dan Rakyat Indonesia seluruhnya.
Semoga !

Rabu, 01 Januari 2014

Asal Muasal Nama Empat Lawang


Arti kata Lawang yang sesungguhnya adalah Lawangan atau Pamitan, yaitu orang yang terkemuka atau Sesepuh dan dapat pula diartikan Pahlawan. Pada zaman nenek moyang kita dulu, terdapat Empat Pahlawan yang merangkap jadi Iman dan juga menjadi pimpinan didaerah Empat Lawang dengan kawasan wilayah :

 I. Marga Tedajen
Sekarang disebut Marga Lubuk Puding dengan zuriatnya sekarang ini adalah Pangeran Halek, Demang Achmad (dari Komering) istrinya adik Pangeran (Mariatul) anaknya Bapak Hasan Belando, Bapak Drs. Halek dll.

 II. Marga Kejaten Mandi Musi Ulu
Sekarang disebut Marga Tanjung Raya dengan zuriatnya : Pangeran H. Abubakar anaknya Pasirah A. Zaini (alm) dll 

III. Marga Muara Pinang
Dengan zuriatnya Pasirah Sani. IV. Marga Muara Danau, dengan zuriatnya Pangeran Majid anaknya Pasirah A.K. Matjik dan Demang Umar.

 Disamping keempat Marga tersenut diatas, ada marga tersendiri dulu disebut Miji, kalau sekarang disebut dengan Istimewa yaitu Marga Singkap Dalam Musi Ulu, sekarang disebut Marga Karangdapo, daerahnya meliputi Talang Padang, yang dipimpin oleh Puyang Kagede yang nama aslinya Nung Kodo Lindung.

Daerah Marga Tedajen / Marga Lubuk Puding dari wates sampai Karangdapo, daerah Marga Kejatan Mandi Musi Ulu / Marga Tanjung Raya adalah dari dusun Kungkilan terus kearah Pagaralam sampai ke Marga Gunung Meraksa, yang kearah Tebing Tinggi sepanjang Sungai Musi sampai ke Saling. Dari dusun Muara Pinang sampai dusun Sawah disebut Lintang Kiri dikenal sebagai Marga Semidang, Puyangnya ialah Serunting Sakti, Sedangkan daerah Muara Danau disebut Lintang Kanan. 
Sesudah zaman Belanda daerah ini menjadi 13 (tiga belas) marga yaitu : 
1. Marga saling
2. Marga Kupang 
3. Marga Batu Pance
4. Marga Talang Padang
5. Marga Tanjung Raya
6. Marga Karangdapo
7.  Marga Lubuk Puding
8. Marga Gunung Meraksa
9. Marga Tanjung Raman
10. Marga Babatan
11. Marga Muara Danau
12. Marga Muara Pinang 
13. Marga Seleman.

Pada zaman Sunan Palembang berperang dengan Tentara Tuban di Jawa, pada waktu itu Sunan mengirim utusan ke Empat Lawang memohon bantuan untuk berperang dengan kerajaan Tuban, maka Empat Pahlawan ditambah Puyang Kagede bersedia membantu Sunan, dengan membawa empat puluh pasukan lalu mereka berkumpul disebuah batu besar,. untuk berunding/berencana/bemance Batu Besar tempat mereka berunding akhirnya menjadi sebuah daerah dan menjadi Marga Singkap Pelabuhan dan terakhir berubah menjadi Marga Batu Pance, dari hasil perundingan mereka diatas batu besar tadi, mereka langsung berangkat ke Tuban beserta pasukan masing masing dan langsung berperang denga Kerajaan Tuban. 

Kerajaan Tuban Kalah, tetapi Puyang/Pahlawan dari Muara Pinang mati terbunuh, mengakui kekalahannya Kerajaan Tuban menyerahkan : Gong pusaka gading, Kelinteng Aur Lanting dan anak raja, satu perempuan dan satu lelaki, sebagai ganti puyang yang terbunuh waktu berperang. Anak Raja yang laki tadi didudukan di Muara Pinang, sedangkan yang perempuan kawin dengan salah satu anggota pasukan, dan terus dilinggihkan (dudukan) yang mana sekarang menjadi Dusun Lingge. Sedangkan Kelintang Aur Lanting sampai sekarang ini masih ada di Marga Karangdapo, dan Gong Pusaka gading sampai sekarang ini tidak tahu dimana keberadaannya.

 Setelah menang berperang, para Pahlawan ini kembali ke Palembang melaporkan kepada Sunan, bahwa mereka sudah menaklukan Kerajaan Tuban Semua pahlawan ini oleh Sunan Palembang ditempatkan khusus dirumah Rakit diatas sungai Musi, kepulangan para pahlawan ini menimbulkan banyak yang iri atas keberhasilan mereka menaklukan Kerajaan Tuban, akhirnya mereka memfitnah para pahlawan ini dengan mengatakan, bahwa para Pahlawan ini akan menaklukan Sunan Palembang, “Kerajaan Tuban saja bisa ditaklukan, apalagi Sunan Palembang”. Akhirnya Sunan Palembang termakan fitnah ini, yang akhirnya Sunan Palembang berencana untuk memusnahkan para Pahlawan ini, dengan dalih menyambut para Pahlawan ini Sunan Palembang mengadakan jamuan makan malam di Istana Sunan dengan mengundang para Pahlawan ini. Tetapi pada waktu itu Puyang Kagede telah mencium niat tidak baik sunan ini, bahwa makanan ini hanya jebakan saja, maka pada malam itu Puyang Kagede tidak hadir dengan alas an sakit, apa yang telah diduga oleh Puyang Kagede ternyata benar, sebab semua yang hadir dapat ditawan oleh Sunan dalam keadaan Mabuk. Melihat hal ini Puyang Kagede tidak tinggal diam, maka mengamuklah Puyang Kagede dengan menyerang Istana Sunan, yang akhirnya dapat membebaskan puyang puyang yang lain, dengan Kesaktian yang dimiliki Puyang Kagede dan Puyang yang lain akhirnya terjadi peperangan besar, Sunan Palembang mengalami kekalahan dan juga terbunuhnya anak Sunan Palembang. Akhirnya Sunan Palembang mengadakan damai dengan para Empat Lawang ini, dimana diambil kebijakan bahwa nyawa harus ganti nyawa, karena putra mahkota Sunan Palembang meninggal, sebagai gantinya Puyang Kagede harus tinggal di Istana Sunan dan diangkat anak oleh Sunan. 

Semua sisa pasukan kembali ke Empat Lawang, kecuali Puyang Kagede yang harus tinggal di Palembang. Berselang beberapa tahun kemudian terjadi keributan diantara puyang puyang lain di Empat Lawang, ini mungkin istilah Lintang berebut KUNDU, berebut siapa yang tua yang patut jadi pemimpin. Akhirnya beberapa puyang mengambil inisiatif untuk mengadakan semedi , siapa yang patut jadi pemimpin diantara mereka, beberapa hari kemudian didapatlah petunjuk, bahwa “ kenapa puyang yang bertuah (punya kelebihan) ditinggal di Palembang”. Maka dikirimlah utusan ke Sunan Palembang untuk menemui Puyang Kagede, maka diadakanlah perundingan dengan Sunan Palembang, Puyang Kagede dan para Puyang yang lainnya yang akhirnya disepakati Puyang kagede diangkat Sunan sebagai perwakilannya didaerah uluan Palembang yang berkedudukan di Tebing Tinggi, dengan istilah Pepatih/Perwakilan sunan. 

Pada zaman Belanda daerah Tebing Tinggi dipegang oleh Assisten Residen, setelah berkembang dan berjalan cukup lama, kedudukan Assisten ini akhirnya dipindahkan ke Lahat, mungkin ada pertimbangan pertimbangan lainnya oleh Pemerintah Belanda dahulu, sedangkan pertimbangan Sunan dulu adalah selain Puyang Kagede mewakili Sunan diseluruh daerah Uluan juga pertimbangan dapat berkumpul kembali ke daerah puyang puyang di Empat Lawang. Demikian cerita singkat asal usul Empat Lawang, cerita ini masih banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan kepada semua yang berasal dari daerah Empat Lawang dapat melengkapinya. Agar kelak anak cucu kita dapat mengetahui riwayat dan sejarah kampung halamannya, dan tentunya sangat berguna bagi Pemda Kabupaten Empat Lawang untuk mempromosikan daerah kita di dunia Pariwisata……semoga.