Minggu, 10 Maret 2013

Cogong Tujuh (Bukit Ilalang Dengan Mitosnya)

View yang menarik di Lintang selain persawahan dengan terasiring, sungai-sungai yang jernih dan kerindangan pepohonannya adalah bukit yang hijau dengan hutan ilalangnya. Sebut saja Bukit Cogong Tujuh, bukit yang memiliki padang ilalang yang sangat luas yang terdiri dari tujuh buah gundukan tanah tinggi yang menyerupai bukit. Mata langsung seger melihat perpaduan warna ilalang yang hijau dengan warna langit yang biru, indahnya hutan ilalang ini apa lagi pas diderat angin sepoi-sepoi, ah pasti pengen betah berlama-lama duduk di bawah pohon rindang yang tumbuh beberapa di atas bukit.

Beberapa kali ke sini saya seringnya bertemu remaja yang duduk-duduk bersama beberapa teman mereka sambil bercengkrama namun di beberapa lokasi disepanjang trek bukit malah di pake beberapa remaja buat pacaran, hehehe. Memang tidak salah, selin buat pacaran para remaja tadi tentu saja Bukit Cogong Tujuh ini asik buat jogging atau goes sambil menghirup segarnya udara Lintang.


Hal menarik dari bukit Cogong Tujuh Ini adalah mitosnya, yang konon bukit ini terbentuk dari ceceran tanah yang jatuh ketika Si Pahit Lidah (Orang Sakti) yang berusaha membendung anak sungai musi yang mengalir membelah di daerah Lintang.
Memang tidak masuk akan kalau itu benar-benar nyata, tapi itulah cerita turun menurun di ceritakan oleh setiap orang tua di Lintang kepada anaknya.

Tapi lima atau sepuluh tahun lagi entah jadi apa Bukit Cogong Tujuh, mungkin generasi berikutnya cuma bisa mendengarkan ceritanya saja, dengan masuknya Perusahaan Perkebunan Sawit, perlahan-lahan bukit ilalang nan Indah ini di rubah menjadi areal perkebunan Sawit. ketidak berpihakan Pemerintah daerah yang hanya mementingkan kepentingannya belaka, Identitas Bukit Cogong Tujuh dengan Mitosnya akan hilang diluasnya hamparan kebun sawit yang hanya menjadi petaka bagi Masyarakat Lintang sendiri.

Bagi mereka yang merasakan imbas positif dari perusahaan, maka mereka akan siap merubah diri menjadi buruh dengan impian penghasilan tetap. Meski harus meninggalkan nilai-nilai dan kerifan lokalnya yang sudah sejak lama berlaku.
Namun bagi mereka yang tidak nyaman dan merasa dirugikan dengan aktifitas perusahaan, maka hanya ada dua pilihan, menyingkir atau bertahan dengan desakan lahan yang semakin menyempit tanpa ada lagi lahan tempat mata mereka selama ini mencari nafkah.

1 komentar: