Embun masih membasahi rerumputan ketika sepatu boot Neanang (Kakek) menapaki jalan di tepian Sawah pinggiran hutan penduduk yang bersebelahan dengan sungai lintang. Biru langit tanpa batas menghiasi perjalanan Neanang pagi itu. Sepatu boot memang merupakan perangkat wajib bagi orang-orang yang tinggal di kebun/ hutan seperti Neanang, hal ini di butuhkan ketika mereka beraktifitas di dalam kebun/ hutan lembab yang masih banyak dihuni oleh pacet maupun ular .
Setiap pagi atau sore di musim penghujan, dulu Neanang sering mengajak aku menyusuri semak-semak di hutan pinggiran sungai lintang untuk berburu Jamur. kegiatan ini bukanlah sebagai mata pencaharian tapi aktifitas ini di lakukan sembari berangkat atau pulang dari kebun.
Puluhan batang pohon harus dicermati oleh Neanang, dan ini sangat membutuhkan kewaspadaan yang ekstra dalam berburu jamur. dimana Jamur biasanya tumbuh di batang pohon yang mati atau di bawah pohon dengan kondisi tanah yang lembab dan kurang sinar matahari.
Dangau/ Pondok tempat neanang tinggal di kebun memang lumayan jauh dari tempatnya berburu jamur. Tak hanya Neanang, Masyarakat Lintang Empat Lawang pada umumnya adalah pejalan kaki yang handal, tiap hari pagi dan sore mereka jalan kaki bolak-balik dari perkampungan menuju ladang yang jaraknya kadang mencapai puluhan kilometer.
Dangau/ Pondok Neanang memang sedikit terpencil dari pondok milik petani yang lainnya, bangunan panggung berdinding papan dan bambu, disekat dalam tiga ruangan. Ruang tamu sekaligus balai-balai untuk tidur dan menerima tamu. Lalu terdapat ruang tengah, dihiasi satu lemari kayu dan barang perabotan ala kadarnya. Sementara ruang paling belakang, terletak dapur tradisional. hanya ada satu barang elektronik yang terlihat yaitu radio antik bermerk Cawang yang menjadi teman setia Neanang ketika beristirahat di peraduannya.
Ada berbagai macam tighaw atau jamur yang dapat di temukan di dalam hutan ini, mulai dari ukuran jempol tangan sampai ukuran kepala manusia. aku masih ingat jelas beberapa tighaw/ jamur yang dapat dikonsumsi yang perna di jelaskan oleh Neanang.
1. Jamur Grigit
Jamur grigit ini warnanya putih, berbentuk seperti kipas kecil bergerombol, biasa menempel di ranting atau dahan pohon kering di hutan. tapi jamur grigit umumnya lebih suka tumbuh di batang pohon kemiri yang tumbang, rasanya gurih dengan tekstur kering, berbeda dengan jamur pada umumnya yang bertekstur kenyal ketika di masak. dan ada sebagian masyarakat Lintang Empat Lawang yang memang mencari jamur ini untuk dijual.
2. Jamur KiJang
3. Jamur Kelumbuk
4. Jamur Cocor Beber/ Jamur Kuping Monyet/ Jamur Ceghap Ceghop
Kalo untuk jamur yang satu ini mungkin sudah tidak asing lagi untuk kebanyakan orang karena jamur ini hampir di seluruh indonesia dapat di temukan, malah dapat di beli dipasar-pasar tradisional.
Dan di setiap daerah jamur inipun mempunyai nama sendiri-sendiri, untuk daerah Lintang Empat Lawang sie jamur ini sering di sebut dengan "tighaw ceghap ceghop", entahlah dari mana asal usul nama itu muncul, tapi kata Neanang sie karena suara ceghap ceghop berisik sewaktu kita mengunya jamur ini makanya di namai jamur ceghap ceghop.
5. Jamur Tumbuh Petang
Struktur, ukuran & warna jamur ini mirip sekali dengan jamur Kelumbuk sewaktu tudungnya sudah mengembang, yang membedakannya yaitu jamur ini tumbuh bergerombol dengan populasi yang padat dan banyak, tumbuh di tanah yang lembab & kurang sinar matahari, waktu tumbuhnya pun juga di sore hari, itulah kenapa jamur ini dinamai jamur Tumbuh Petang.
Sekarang jamur ini juga sukar di temui, hal ini dikarenakan berkurangnya areal hutan yang masih terawat keasrian dan kaya akan humus.
6. Jamur Elang
Nah dari sekian banyak jamur, jamur elang inilah yang paling unik bagiku, dapat menemukan jamur ini tumbuh merupakan suatu keberuntungan dengan tingkat kegembiraan di atas normal.
Jamur ini tumbuh tunggal, populasinya tumbuh paling banyak tiga batang, dengan ukuran batang & tudung yang super big size.. diameternya dapat mencapai 30 cm, dan konon kata Neanang sewaktu areal hutan masih luas jamur dan asri Jamur ini dapat ditemukan dengan diameter mencapai 50 cm.
tapi untuk rasanya sie menurut aku tidak sebanding dengan tampilannya. rasanya kurang enak dibanding dengan jamur-jamur yang lain.
Dan tidak lupa juga dulu Neanang memberikan penjelasan tentang ciri-ciri jamur yang tidak dapat dimakan atau jamur beracun. Menurut Neanang umumnya Jenis jamur beracun umumnya memiliki warna cukup mencolok mata, misalnya, merah darah, hitam, cokelat, hijau tua, biru tua, dan sejenisnya.
Sebaliknya, menurut Neanang kebanyakan jamur-jamur berwarna terang tergolong ke dalam kelompok yang dapat dimakan.
Indikasi lain, untuk mengetahui jika jamur itu beracun yaitu jamur dapat dikerat, kemudian dilekatkan dengan benda yang terbuat dari perak asli (pisau, sendok, garpu, atau cincin), pada permukaan benda-benda itu akan muncul warna hitam (karena sulfida) atau kebiruan (karena sianida).
dan untuk ciri-ciri lain untuk mengenali jamur beracun adalah :
Jamur beracun biasanya mempunyai cincin atau cawan. Tetapi khusus untuk beberapa jamur itu tak berlaku, seperti pada jamur merang yang memiliki cawan dan campignon yang bercincin.
Bau jamur yang beracun selalu menusuk. Bisa seperti bau telur busuk atau seperti bau amoniak.
Jamur beracun biasanya tumbuh di tempat yang kotor.
Jamur beracun akan cepat menimbulkan karat pada pisau yang dipakai mengeratnya. Namun, jika pisau yang dipakai terbuat dari perak, warna hitam atau biru tua akan segera muncul.
Jamur beracun berubah warna dengan cepat pada waktu pemanasan dan pemasakan.
Alhamdulillah selama ini sih Setiap jamur yang kita konsumsi dari hasil berburu Neanang belum pernah yang namanya keracunan jamur, apalagi orang Lintang Empat Lawang mempunyai tips khusus dalam mengenali jamur itu beracun atau tidak yaitu sewaktu dimasak jamur dicampur dengan terong, apabila terong tersebut tidak mau empuk maka dapat dipastikan kalo jamur tersebut beracun. Nah, demikian sekilas cerita pengetahuan yang kudapat dari Neanang, semoga dapat menambah wawasan kita.. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar