Rabu, 17 April 2013

Empat Lawang Milih Rajo Kecik

Tinggal beberapo bulan agi  daerah kito Kabupaten Empat Lawang, ( Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan) nak  melaksanokan Pesta Demokrasi (Pilkada).

Dalam tulisan kali ini  nu pengen ku cobo bahas adalah tentang olok mano seharus o seorang Kepala Daerah  melangkah di awal waktu dio la dilantik dan resmi menjadi Kepala Daerah, untuk menghilangkan kesan selamo ini bahwa sejak otonomi daerah diberlakukan, Kepala Daerah menjadi Rajo kecik di daerah o, nu ngatur birokrasi pemerintahan o semau dio bae, tanpa memperhatikan dan berpedoman pada aturan hukum nu ado dan berlaku.



Beberapao bukti riel nu mendasari tudingan masyarakat kito bahwa Kepala Daerah/ Bupati nyadi Rajo Kecik di daerah o antaro lain :
  • Ketika baru  dilantik nyadi Kepala Daerah, biasonyo langkah pertamo nu dilakukan la Kepala daerah nu baru tu pasti  melakukan mutasi pejabat struktural di lingkungan birokrasi pemerintahan, bukanno menyusun program kegiatan sesuai ngan janji kampanye nu dio diucapkan waktu  menarik simpati masyarakat supayo milih dio. Bongkar pasang pejabat / mutasi pejabat nu dilakukan la Kepala Daerah baru, terkesan semau dio bae, tinggal lok  rajo kecik nu  nuan kekuasaan dan kewenangan mutlak, tanpa ado jemo atau aturan hukum nu harus ditaati. 
  • Dalam mutasi pejabat nu dilakukan, bukti riel menunjukkan bahwa penempatan pejabat nedo dilandasi aturan hukum kepegawaian, ini nampak jelas kito kinaki dengan membebastugaskan (menonjobkan) pejabat, terutama pejabat esselon II yang menduduki jabatan Kepala SKPD (Satuan Kerja perangkat Daerah) tanpa sebab nu jelas, tanpa melalui proses hukum sesuai aturan kepegawaian. Membebas tugaskan seorang pejabat.
  •  Penempatan Pejabat struktural terutama lingkup Kepala SKPD. (esselon II), pulo nedo didasari atas tingkat kompetensi nu dimiliki la masing-masing individu pejabat. Penempatan pejabat lebih didasari atas kemauan dari Kepala daerah, bukano atas kemampuan nu dimiliki la masing masing individu. Para pejabat nu ditempatkan menjadi Kepala SKPD, terutama pada SKPD nu dianggap strategis, pastilah individu pejabat nu memliki keterkaitan hubungan ngan Kepala Daerah/ Bupati, apo itu keluargo dekat, keluargo sedusun, kanco se organisasi, separtai, se profesi,  atau jemo nu berasal jak di partai pengusung waktu dio nyalonkan diri nyadi Kepala daerah. Lingkaran inilah nu selalu mempengaruhi kebijakan nu diambek dan diterapakan la Kepala daerah nu ujong-ujongo berpengaruh terhadap jalanno pemerintahan ngan pembangunan nu dang atau nak di gawekan.  
 Ado sebuah pemeo nu ngatokan, adalah wajar kalu seorang Kepala daerah nontot dan menempatkan “jemo-jemonyo” di Birokrasi Pemerintahan dengan alasan dan tujuan agar segalo proses perencanoan dan pelaksanaan program pemerintahan dan pembangunan pacak bejalan lancar. Anggapan ngan pendapat lok  itu nedo pacak  dibenarkan kareno, sesungguh o kemampuan nu harus dimiliki la  seorang pemimpin/ Kepala Daerah selaku Kepala Pemerintahan di Daerah adalah kemampuan untuk mencari dan meyeleksi serto menempatkan para pejabat nu la ado di daerah, bukan dengan sengajo menempatkan pejabat nu diinginkan atau “mengimport” pejabat jak di daerah lain sesuai ngan keinginan dio dewek, tanpa mempertimbangkan tingkat kompetensi nu dimiliki pejabat nu bersangkutan. 
Tindakan dan kebijakan Kepala Daerah nu lok ini, sangat merugikan pejabat nu ado, nu memang memiliki pengetahuan, kemampuan ngan pengalaman dalam bidango, namun tergeser ngan kepentingan Kepala Daerah. Keadaan ini pulo tentu akan bedampak pada kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan kareno pejabat nu ditempatkan Kepala Daerah belum tentu memiliki pengetahuan, kemampuan dan tingkat kompetensi nu sesuai ngan bidang tugas nu dio emban.

Diantaro para kandidat calon pemimpin/Kepala Daerah, khusus o dalam Pilkada mendatang di daerah kito Empat Lawang, beberapo diantaro namo nu muncul  merupakan pemimpin nu masih menduduki jabatan kepemimpinan Kepala Daerah, terkait ngan ini, tentu kita sudah mafhum lok mano performance kepemimpinan nu la diterapkan selamo dio menduduki jabatan kepemimpinan itu, apokah dio la menampakkan jati dirio sebagai pemimpin nu berkualitas dan amanah atau nedo, apokah selama ini kepemimpinannya telah membawa/memberikan kesan baik bagi masyarakat atau nedo
Untuk dapat mengetahui hal tersebut tentuo kito harus pacak melihat dan memiliki tolak ukur nu jelas antaro lain dengan nginaki ngan ngbandingkan antara teori kepemimpinan (kepemimpinan birokrasi) dengan realita/ kenyataan nu diptaktekkan la pemimpin tersebut. Tolok ukur dimaksud antara lain dengan melihat dan memperhatikan cirri-ciri kepemimpinan secara teoritis dan ciri ciri kepemimpinan nu ado dan melekat serto dinampakkan dalam praktek kepemimpinanno.

  1. Kejujuran (honest) yaitu sifat nu berhubungan ngan keyakinan bahwa pemimpin pacak dipercayo, pacak dipegang kato-katonya atau janji-janjio, dan pemimpin nedo galak besandiwara. Kejujuran pacak membangun integritas jak di seorang pemimpin. Integritas berarti apo bae nu dikatokan la seorang pemimpin selalu dilaksano keno. Pemimpin nu memiliki integritas pacak  menampakkan sikap konsisten dalam kato ngan tindakan.
  2. Pandangan ke depan (Forward Looking), yaitu pemimpin diharapkan mempunyai pendangan ke depan dan perhatian terhadap maso depan Daerah. Jelas bahwa pemimpin harus memahami kemano arah organisasi nu nyadi sasaran, Kemampuan memandang ke depan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menetapkan atau memilih tujuan. Pemimpin nu diharapkan mempunyai orientasi nu alap tentang maso depan.
  3. Kompeten (Competent), yaitu kemampuan seseorang pemimpin melakukan sesuatu hal, kareno adonya level motivasional nu terkandung atau kemauan ngan kemampuan jemo untuk mendemonstrasikan kinerja efektif. Sifat pemimpin nu diharapkan adalah mempunyai kompetensi.
  4. Inspirasi (Inspiring), yaitu seorang pemimpin nu antusias, penuh semangat, ngan berpandangan positif tentang maso depan, mereka diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada pengikut o. nedo cukup hanya mempunyai impian tentang maso depan, tetapi pulo pacak menyampaikan wawasan dengan cara tertentu nu antusias, berenergi.
 Inilah sebagian kecik jak di ciri-ciri kepemimpinan nu diharapkan, dan masih banyak ciri-ciri lain nu memang harus ado dan melekat dalam diri seorang pemimpin dan hal ini pulo tentu o harus disesuaikan ngan situasi dan kondisi lingkungan dimano dia nyadi seorang pemimpin. Kareno dalam memperhatikan dan mengevaluasi kinerja seorang pemimin (Kepala Daerah) harus pula diintegrasikan dengan situasi dan kondisi wilayah/daerah serto budaya lokal /budaya politik lokal nu ada dan berkembang di daerah masing-masing, Dengan mempetimbangkan hal tersebut, maka Insya Allah kito pacak  mengetahui dan memahami, apokah Kepala daerah nu dang berkuaso dan ingin mencalonkan diri dan/atau dicalonkan menjadi Kepala Daerah,ditingkat wilayah/daerah dimana saat ini dio menjadi Kepala daerah atau di tingkat yang lebih tinggi, apokah nu bersangkutan masih layak mendapatkan kepercayoan rakyat untuk meneruskan jabatan kepemimpinannya / menjadi pemimpin di tingkat wilayah/daerah nu lebih tinggi, atau nedo sejatio, bagi seorang pemimpin lebih-lebih untuk menjadi pemimpin pemerintahan (birokrasi pemerintahan) seseorang nedo bae harus memenuhi syarat dan cirri-ciri kepemimpinan bae, tapi maseh banyak hal lain nu harus diketahui dan dipahami untuk kemudian diterapkan,  misal o nu menyangkut tugas, fungsi ngan peran kepemimpinan, teori kepemimpinan pemerintahan, gaya kepemimpinan pemerintahan, perilaku kepemimpinan, kepemimpinan dan motivasi, kepemimpinan dan konplik, kepemimpinan dan kinerja pelayanan, dan masih banyak lagi hal lainnya nu  harus diketahui dan dikuasoi kemudian untuk diterapkan dalam sebuah pemerintahan. 

" maju tak gentar... membela nu bayar". (Jangan kito di galak di buyani) pemimpin nu diharapkan dan dinantikan masyarakat adalah pemimpin nu pacak  membedakan dan menempatkan antara keinginan dengan kebutuhan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar