Minggu, 21 Juli 2013

Rinduku Sebagai Anak Desa

Didalam kehidupan modern sekarang ini, kita sering tergiur dengan kehidupan di kota. Dimana banyak orang berpikir bahwa kehidupan dikota sangat menyenangkan. Berbagai keperluan tersedia, tapi sadarkah kita bahwa kita tidak akan melihat keindahan yang bisa kita nikmati di desa. 






Mungkin ada yang beranggapan bahwa hidup di desa itu identik dengan kemiskinan, kampungan, atau seperti kata Mr.Tukul Arwana, KATRO....tapi apapun kata orang, aku sebagai orang yg dilahirkan didesa, tetap merinduhkan suasana itu.
Meskipun kehidupan di kampung tidak seglamour hidup di kota, tapi ada sensasi tersendiri dari kehidupan di pedesaan yg pasti tidak akan bisa ditemukan di perkotaan. Bayangkan, nikmatnya menghirup udara pagi yang segar, yang bebas dari polusi dan bersentuhan langsung dengan alam. 




Belum lagi suasana kekeluargaan yg masih kental di masyarakat desa..,budaya tolong menolong, yang merupakan nilai luhur kehidupan yg masih lestari ditengah keegoan dan toleransi yg makin menipis...
Ahh....damainya hidup didesa, kebahagiaan tidak datang dari limpahan materi dan tumpukan uang, tapi rasa syukur terhadap apa yang kita miliki, itulah yang membuat kita bahagia, makan kenyang, gak mikir utang....


Apalagi kalo mengingat masa kecil, waktu kecil aku bisa bebas mandi di sungai, main rakit dari batang bambu bersama teman-teman. Kita tertawa sambil menyelam cari kerang sungai. Selesai mandi kita makan bareng-bareng. Kejar-kejaran dan uber-uber layang-layang putus di padang rumput yang luas dan berlarian di pematang sawah. Memancing belut dan menangkap ikan di sawah yang berakhir dengan lempar-lempar lumpur bersama teman-teman. Teriak-teriak karena geli lihat pacet atau lintah nempel di betis dan paha.
Main perang-perangan di sekitar rumah yang banyak di tumbuhi pohon buah-buahan.  Kita bisa memanjat pohon sebagai tempat persembunyian dan menembaki teman dari atas. Senjatanya juga buatan dari bambu kecil  dan pelurunya dari buah semak. Dikala musim hujan kita suka mandi air hujan sambil berlarian seantero kampung kampung. Di waktu kemarau  siang atau sore hari kita bisa tidur-tiduran di padang rumput atau di kebun belakang rumah sambil menatap langit dan melihat burung elang yang berputar-putar di angkasa, mengintai mangsanya. Kita suka meniru suara elang kemudian tertawa lepas karena ada suara diantara kita yang cempreng bunyinya dan itu lucu bagi kami.







Ada satu lagi  momen yang masih tertinggal di memori ketika aku pulang ke kampung halaman. Segelas kopi hitam, disruput dengan aroma kesederhaan khas kehidupan kampung, benar-benar nuansa yang selalu membuatku rindu . Inilah kehidupan pedesaan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang selalu sok sibuk. Orang di kota merasa dipacu dengan waktu, tapi lihatlah disini kawan! ditempat ini, aura ketenangan menjalar di sudut-sudut kampung.


Kehidupan di desa itu terlihat ayem tentrem . Terkadang aku berpikir, kenapa banyak orang rela mencari pekerjaan di kota-kota besar. Termasuk aku sendiri yang akhirnya terdampar di salah satu kota besar negeri ini. Kadang aku berpikir, bisakah pemuda-pemuda pandai negeri ini membangun desanya? tak hanya oleh satu dua orang saja, tetapi di fasilitasi oleh pemerintah. Bisakah pemerintah menerbitkan sebuah program 'Ayo Kembali ke Desa!".

Banyak orang rela menghabiskan hidup di kota besar untuk meraih mimpinya, kemudian menghabiskan masa pensiun di desa dengan damai bersama hasil jerih payahnya selama ini. Tapi disinilah letak permasalahannya. Kota terlalu menggiurkan untuk tempat meraih kesuksesan. Di desa, tak banyak yang bisa diharapkan. Pusat teknologi berada di kota. Pusat peradaban ada di kota. Kota ibarat bunga-bunga mekar nan cantik bagi lebah-lebah pencari kesuksesan. Sedangkan desa masih sebatas lirikan mata. Yah mungkin karena itu tadi, waktu yang masih berjalan lambat.  
 Harapan yang tak terlalu muluk-muluk, semoga pasca pemilu kelak, pembangunan desa menjadi prioritas dan diperjuangkan bagi mereka yang terpilih. Sejatinya, ketika anak desa ‘Lintang Empat Lawang’, niscaya akan merasa bangga dan betah tinggal di desanya. Tidak ada lagi yang namanya ramai-ramai mencari peruntungan di kota. Pun sudah saatnya pemerataan pembangunan harus dilakukan, jangan lagi beri ruang kesenjangan pembangunan, ketimpangan perekonomian dan ketidak seimbangan yang selama ini berorientasi ke kota-kotaan. Saatnya pemimpin yang terpilih berani mengambil tantangan dan saatnya pula pengusaha menerima tantangan berinvestasi di desa.

Sungguh indah membayangkan bila desa maju seperti kota.







6 komentar:

  1. indah banget postingan ini... saya bersyukur karna meski tinggal di pusat kota, tapi di dekat rumah saya masih ada areal persawahan.. tiap hari saya bisa nikmatin sawah yang bikin teduh mata, para petani yang lewat depan rumah, kadang kerbau juga lewat..hehe..dari teras rumah saya bisa nikmatin suasana desa.. :)

    meski kota menggoda, tapi sejatinya hanya desalah yang memiliki pesona keindahan paling sempurna..

    BalasHapus
  2. ketika desa mengalami kemajuan, semoga tak kehilangan "identitas" dirinya.. jangan sampe kelak antara desa dan kota jadi ga jauh beda..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bnr banget neng, Kemajuan desa bukan berarti harus merubah identitasnya juga, banyak desa2 maju di Indonesia yang tetap memegang erat identitasnya tersebut.. misalnya desa2 yang ada di bali.. maju perekonomian, maju budayanya, maju sosialisasinya tanpa meninggalkan keasrian dan budayanya..

      Hapus
  3. Subhanallah,,, bener2 salut dengan Pemikiran Bang yopi...
    semoga saja pemerintah kita 4 Lawang jg berpikir seperti ini dan tentunya di iringi dengan usaha nyata mereka..

    BalasHapus
  4. ai yop,,, poto manceng cb masukan pl. nyalo....hahhaha krennnnnnnn

    BalasHapus
  5. Wah jadi ngat kmpung halamn yg jauh....

    BalasHapus