Didalam
kehidupan modern sekarang ini, kita sering tergiur dengan kehidupan di
kota. Dimana banyak orang berpikir bahwa kehidupan dikota sangat
menyenangkan. Berbagai keperluan tersedia, tapi sadarkah kita bahwa kita
tidak akan melihat keindahan yang bisa kita nikmati di desa.
Mungkin ada yang beranggapan bahwa hidup di desa itu identik dengan
kemiskinan, kampungan, atau seperti kata Mr.Tukul Arwana, KATRO....tapi
apapun kata orang, aku sebagai orang yg dilahirkan didesa, tetap merinduhkan suasana itu.
Meskipun kehidupan di kampung tidak seglamour hidup di kota, tapi ada sensasi tersendiri dari kehidupan di pedesaan yg pasti tidak akan bisa ditemukan di perkotaan. Bayangkan, nikmatnya menghirup udara pagi yang segar, yang bebas dari polusi dan bersentuhan langsung dengan alam.
Belum lagi suasana kekeluargaan yg masih kental di masyarakat desa..,budaya tolong menolong, yang merupakan nilai luhur kehidupan yg masih lestari ditengah keegoan dan toleransi yg makin menipis...
Ahh....damainya hidup didesa, kebahagiaan tidak datang dari limpahan materi dan tumpukan uang, tapi rasa syukur terhadap apa yang kita miliki, itulah yang membuat kita bahagia, makan kenyang, gak mikir utang....
Apalagi kalo mengingat masa kecil, waktu kecil aku bisa bebas mandi di sungai, main rakit dari batang bambu bersama teman-teman. Kita tertawa sambil menyelam cari kerang sungai. Selesai mandi kita makan bareng-bareng. Kejar-kejaran dan uber-uber layang-layang putus di padang rumput yang luas dan berlarian di pematang sawah. Memancing belut dan menangkap ikan di sawah yang berakhir dengan lempar-lempar lumpur bersama teman-teman. Teriak-teriak karena geli lihat pacet atau lintah nempel di betis dan paha.
Main perang-perangan di sekitar rumah yang banyak di tumbuhi pohon buah-buahan. Kita bisa memanjat pohon sebagai tempat persembunyian dan menembaki teman dari atas. Senjatanya juga buatan dari bambu kecil dan pelurunya dari buah semak. Dikala musim hujan kita suka mandi air hujan sambil berlarian seantero kampung kampung. Di waktu kemarau siang atau sore hari kita bisa tidur-tiduran di padang rumput atau di kebun belakang rumah sambil menatap langit dan melihat burung elang yang berputar-putar di angkasa, mengintai mangsanya. Kita suka meniru suara elang kemudian tertawa lepas karena ada suara diantara kita yang cempreng bunyinya dan itu lucu bagi kami.
Ada satu lagi momen yang masih tertinggal di memori ketika aku pulang ke kampung halaman. Segelas kopi hitam, disruput dengan aroma kesederhaan khas kehidupan kampung, benar-benar nuansa yang selalu membuatku rindu . Inilah kehidupan pedesaan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang selalu sok sibuk. Orang di kota merasa dipacu dengan waktu, tapi lihatlah disini kawan! ditempat ini, aura ketenangan menjalar di sudut-sudut kampung.
Kehidupan di desa itu terlihat ayem tentrem . Terkadang aku berpikir, kenapa banyak orang rela mencari pekerjaan di
kota-kota besar. Termasuk aku sendiri yang akhirnya terdampar di salah
satu kota besar negeri ini. Kadang aku berpikir, bisakah pemuda-pemuda
pandai negeri ini membangun desanya? tak hanya oleh satu dua orang saja,
tetapi di fasilitasi oleh pemerintah. Bisakah pemerintah menerbitkan
sebuah program 'Ayo Kembali ke Desa!".
Banyak orang rela menghabiskan hidup di kota besar untuk meraih mimpinya, kemudian menghabiskan masa pensiun di desa dengan damai bersama hasil jerih payahnya selama ini. Tapi disinilah letak permasalahannya. Kota terlalu menggiurkan untuk tempat meraih kesuksesan. Di desa, tak banyak yang bisa diharapkan. Pusat teknologi berada di kota. Pusat peradaban ada di kota. Kota ibarat bunga-bunga mekar nan cantik bagi lebah-lebah pencari kesuksesan. Sedangkan desa masih sebatas lirikan mata. Yah mungkin karena itu tadi, waktu yang masih berjalan lambat.
Meskipun kehidupan di kampung tidak seglamour hidup di kota, tapi ada sensasi tersendiri dari kehidupan di pedesaan yg pasti tidak akan bisa ditemukan di perkotaan. Bayangkan, nikmatnya menghirup udara pagi yang segar, yang bebas dari polusi dan bersentuhan langsung dengan alam.
Belum lagi suasana kekeluargaan yg masih kental di masyarakat desa..,budaya tolong menolong, yang merupakan nilai luhur kehidupan yg masih lestari ditengah keegoan dan toleransi yg makin menipis...
Ahh....damainya hidup didesa, kebahagiaan tidak datang dari limpahan materi dan tumpukan uang, tapi rasa syukur terhadap apa yang kita miliki, itulah yang membuat kita bahagia, makan kenyang, gak mikir utang....
Apalagi kalo mengingat masa kecil, waktu kecil aku bisa bebas mandi di sungai, main rakit dari batang bambu bersama teman-teman. Kita tertawa sambil menyelam cari kerang sungai. Selesai mandi kita makan bareng-bareng. Kejar-kejaran dan uber-uber layang-layang putus di padang rumput yang luas dan berlarian di pematang sawah. Memancing belut dan menangkap ikan di sawah yang berakhir dengan lempar-lempar lumpur bersama teman-teman. Teriak-teriak karena geli lihat pacet atau lintah nempel di betis dan paha.
Main perang-perangan di sekitar rumah yang banyak di tumbuhi pohon buah-buahan. Kita bisa memanjat pohon sebagai tempat persembunyian dan menembaki teman dari atas. Senjatanya juga buatan dari bambu kecil dan pelurunya dari buah semak. Dikala musim hujan kita suka mandi air hujan sambil berlarian seantero kampung kampung. Di waktu kemarau siang atau sore hari kita bisa tidur-tiduran di padang rumput atau di kebun belakang rumah sambil menatap langit dan melihat burung elang yang berputar-putar di angkasa, mengintai mangsanya. Kita suka meniru suara elang kemudian tertawa lepas karena ada suara diantara kita yang cempreng bunyinya dan itu lucu bagi kami.
Ada satu lagi momen yang masih tertinggal di memori ketika aku pulang ke kampung halaman. Segelas kopi hitam, disruput dengan aroma kesederhaan khas kehidupan kampung, benar-benar nuansa yang selalu membuatku rindu . Inilah kehidupan pedesaan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang selalu sok sibuk. Orang di kota merasa dipacu dengan waktu, tapi lihatlah disini kawan! ditempat ini, aura ketenangan menjalar di sudut-sudut kampung.
Banyak orang rela menghabiskan hidup di kota besar untuk meraih mimpinya, kemudian menghabiskan masa pensiun di desa dengan damai bersama hasil jerih payahnya selama ini. Tapi disinilah letak permasalahannya. Kota terlalu menggiurkan untuk tempat meraih kesuksesan. Di desa, tak banyak yang bisa diharapkan. Pusat teknologi berada di kota. Pusat peradaban ada di kota. Kota ibarat bunga-bunga mekar nan cantik bagi lebah-lebah pencari kesuksesan. Sedangkan desa masih sebatas lirikan mata. Yah mungkin karena itu tadi, waktu yang masih berjalan lambat.
Harapan yang tak terlalu
muluk-muluk, semoga pasca pemilu kelak, pembangunan desa menjadi
prioritas dan diperjuangkan bagi mereka yang terpilih. Sejatinya, ketika
anak desa ‘Lintang Empat Lawang’, niscaya akan merasa bangga dan betah tinggal di
desanya. Tidak ada lagi yang namanya ramai-ramai mencari peruntungan di
kota. Pun sudah saatnya pemerataan pembangunan harus dilakukan, jangan
lagi beri ruang kesenjangan pembangunan, ketimpangan perekonomian dan
ketidak seimbangan yang selama ini berorientasi ke kota-kotaan. Saatnya
pemimpin yang terpilih berani mengambil tantangan dan saatnya pula
pengusaha menerima tantangan berinvestasi di desa.
Sungguh indah membayangkan bila desa maju seperti kota.
Sungguh indah membayangkan bila desa maju seperti kota.