Kamis, 23 Januari 2014

Empat Lawang Dengan Caleg Muda, Apakah Berkualitas..?

Oke Sebelumnya saya pertegaskan bahwa penulisan ini hanya untuk di baca saja, bukan untuk di perdebatkan apalagi untuk di complain, karena saya tidak punya contak person untuk menerima pengaduan.. 

Kadang saya berfikir bahwa semakin lengkap dan enak serta asyiknya jadi pejabat negara dengan kesempurnaan gaji dan fasilitas serta tunjanganya, menjadikan TUJUAN dan NIAT dari masing-masing pejabat negara sudah berubah?.  (itu menurut pendapat saya kalo abis nonton berita-berita di TV)

Jadi kalau ada Caleg atau mereka yang saat ini sedang berebut untuk bisa menjadi wakil rakyat atau pejabat negara lainya, yang ada di OTAK mereka kebanyakan hanya ingin menikmati semua fasilitas mewah yang akan dinikmati oleh pejabat negara?. garis bawahi ya "kebanyakan" jadi tidak menutup kemungkinan ada caleg-caleg yang mempunyai niat baik, benar-benar dengan tujuan sebagai penyalur aspirasi rakyat. 

Yaa... bagaimana tidak tergiur ketika menjadi pejabat negara, pada kenyataanya gaji menjadi wakil rakyat dan pejabat di negara di Indonesia memang sangat tinggi dan menggiurkan.

Jika para caleg diberikan pertanyaan, “apakah mereka ini mau menang atau tidak dalam pemilu 2014 mendatang?“, pasti jawabannya “semua caleg mau menang”. Kemenangan yang dimaksud tentu ketika para caleg ini mampu bersaing dan merebut satu jatah kursi legislatif pada pemilu nanti. Lalu pertanyaan berikutnya, “bagaimana caranya agar bisa menjadi pemenang?”.
yaaa... banyak jalan menuju roma, artinya berbagai macam cara pula dapat dilakukan oleh para caleg demi meraih kemenangan.  mulai dari yang kampanye umum, pasang baliho, pencitraan via media sosial dll..  

Untuk tahun 2014 ini Kabupaten Empat Lawang di Warnai dengan munculnya para politisi muda yang ganteng-ganteng dan cantik, yang mencoba peruntungan untuk menjadi bagian dari para wakil rakyat.. 
beberapa foto ini aku unduh secara ilegal tanpa persetujuan yang punya (yaa Allah Ampunilah dosa-dosaku)









Tapi kita patut mengapresiasi para caleg muda ini, Politisi muda yang sukses karena kerja keras dan pengalaman di bidang politik ini memang layak diapresiasi, tapi bagai untuk para politisi muda yang baru seumur jagung di dunia politik mencalonkan diri jadi menjadi calon legislatif.. "wassalam, hanya tuhan yang tau"

Mengutip pernyataan dari  peneliti LS Adjie Alfaraby kala menggelar konperensi pers terkait rilis teranyar LSI di kantor LSI, Jakarta, Minggu (30/10). "Hanya 24,8 persen publik yang menilai baik kiprah politisi muda. Sisanya, sebagian menilai buruk dan sebagian lagi memilih tidak menjawab. Ini jumlah yang sangat kecil," ujarnya.

Sebagai catatan, LSI mendefinisikan politisi muda adalah kader partai politik (parpol) atau anggota organisasi masyarakat (ormas) yang berusia di bawah 50 tahun. Adapun standar itu dipilih karena politisi muda di bawah 40 tahun yang menduduki jabatan strategis di parpol atau ormas masih jarang.

Jika dilihat dari aspek demografi, masyarakat kota--yang semakin melek politik--lebih kritis menilai politisi muda. Hasilnya, hanya 21,2 persen publik di kota yang menilai politisi muda berkualitas baik. Sementara itu, di pedesaan, publik yang menanggap kualitas politisi muda baik sedikit lebih tinggi, yaitu 26,5 persen.
Dilihat dari tingkat pendidikan, 19,7 persen masyarakat berpendidikan minimal sarjana menilai politisi muda berkualitas baik hanya 19,7 persen, sementara untuk publik yang berpendidikan SLTA ke bawah sedikit menilai lebih tinggi, yakni 25,3 persen. Selain itu, 26,8 persen perempuan menilai baik politisi muda dan 22,7 persen pria menilai baik.

Tak lupa, LSI juga--dalam survei tersebut--meminta penilaian publik jika politisi muda dan politisi senior dikomparasikan. Hasilnya, 15,4 persen menilai kualitas politisi muda lebih baik dibandingkan politisi gaek, sementara 23,8 persen berpendapat sebaliknya, dan 37,6 persen menilai sama.
Adapun survei ini dilakukan LSI pada rentang waktu 5-10 September 2011 dengan melibatkan jumlah sampel 1.200 responden yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Ada dua metode cara pengumpulan data yang dilakukan dalam survei ini, yakni dengan menggunakan kuesioner dan wawancara tatap muka.

dengan ini di harapkan masyarakat dapat lebih cerdas dalam memilih para wakil rakyatnya, dan di mereka jugalah kunci keberhasilan pembangunan Empat Lawang tercinta ini. 

Oya aku titip pesan bagi para caleg, Bagi yang kalah nantinya, tetaplah menjaga kehormatan dan legowo bahwa sesungguhnya manusia hanya bisa merencanakan dan menyusun strategi, tetapi yang sejatinya menentukan kemenangan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa ialah Allah SWT. Karena itu bila caleg ingin berjuang demi rakyat banyak, maka kekalahan merupakan langkah untuk melakukan evaluasi diri tentang kekurangan selama ini yang dimiliki atau karena Tuhan belum berkenan untuk memberikan amanah yang berat itu. Tetapi juga sebaliknya, bila caleg dengan berbagai cara ingin meraih kemenangan dengan ongkos politik yang mahal, bila mengalami kekelahan dan hatinya tidak legowo, maka yang terjadi bisa-bisa ia kehilangan jati diri dan kehilangan akalbudi. 
Menyikapi kemenangan dan kekalahan para caleg, pesan moral dan kearifan perlu dikedepankan. Bagi caleg yang memenangkan pemilu legislatif bahwa sesungguhnya kemenangan itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan segala kesungguhan, bukan sebaliknya dengan merayakan pesta pora. Jika hal itu yang terjadi, maka akan muncul caleg-caleg tidak berkualitas yang justru menambah penderitaan rakyat. Lebih jauh dari itu, sesungguhnya ia telah mengekploitasi dan menyakiti rakyat.

Melalui pemilu legislatif mendatang menjadi tolok ukur kecerdasan rakyat untuk membangun negerinya lima tahun mendatang. Pemilu sebelumnya hendaknya menjadi bahan evaluasi untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Terbukti banyak caleg yang bermasalah dalam menjalankan tugasnya. Diantaranya harus berurusan dengan pihak hukum. Hal itu akibat kesalahan pemilih dalam memilih yang tidak dilakukan secara cerdas dan berkualitas. Untuk itu, momen pemilu legislatif mendatang layak dijadikan modal dasar untuk pemilu yang cerdas berkualitas. Dengan begitu pemilunya berjalan dengan lancar dan damai. Demikian pula caleg yang terpilih akan datang adalah caleg yang cerdas berkualitas karena ia terpilih secara ketat dengan kompetisi sehat. 

kita sangat berharap, walau mungkin pesimis atas perilaku dan moral anggota DPRD dan pejabat negara kita yang semakin “menjijikan”, kita tetap harus tetap optimis dan berharap, pada Pemilu 2014 nanti akan terpilih wakil-wakil rakyat dan pejabat negara yang memang memiliki tujuan mulya dan tidak hanya ingin mencari kekayaan untuk dirinya dan partainya serta golonganya saja tapi benar-benar untuk kesejahteraan Empat Lawang Khususnya dan Rakyat Indonesia seluruhnya.
Semoga !

Rabu, 01 Januari 2014

Asal Muasal Nama Empat Lawang


Arti kata Lawang yang sesungguhnya adalah Lawangan atau Pamitan, yaitu orang yang terkemuka atau Sesepuh dan dapat pula diartikan Pahlawan. Pada zaman nenek moyang kita dulu, terdapat Empat Pahlawan yang merangkap jadi Iman dan juga menjadi pimpinan didaerah Empat Lawang dengan kawasan wilayah :

 I. Marga Tedajen
Sekarang disebut Marga Lubuk Puding dengan zuriatnya sekarang ini adalah Pangeran Halek, Demang Achmad (dari Komering) istrinya adik Pangeran (Mariatul) anaknya Bapak Hasan Belando, Bapak Drs. Halek dll.

 II. Marga Kejaten Mandi Musi Ulu
Sekarang disebut Marga Tanjung Raya dengan zuriatnya : Pangeran H. Abubakar anaknya Pasirah A. Zaini (alm) dll 

III. Marga Muara Pinang
Dengan zuriatnya Pasirah Sani. IV. Marga Muara Danau, dengan zuriatnya Pangeran Majid anaknya Pasirah A.K. Matjik dan Demang Umar.

 Disamping keempat Marga tersenut diatas, ada marga tersendiri dulu disebut Miji, kalau sekarang disebut dengan Istimewa yaitu Marga Singkap Dalam Musi Ulu, sekarang disebut Marga Karangdapo, daerahnya meliputi Talang Padang, yang dipimpin oleh Puyang Kagede yang nama aslinya Nung Kodo Lindung.

Daerah Marga Tedajen / Marga Lubuk Puding dari wates sampai Karangdapo, daerah Marga Kejatan Mandi Musi Ulu / Marga Tanjung Raya adalah dari dusun Kungkilan terus kearah Pagaralam sampai ke Marga Gunung Meraksa, yang kearah Tebing Tinggi sepanjang Sungai Musi sampai ke Saling. Dari dusun Muara Pinang sampai dusun Sawah disebut Lintang Kiri dikenal sebagai Marga Semidang, Puyangnya ialah Serunting Sakti, Sedangkan daerah Muara Danau disebut Lintang Kanan. 
Sesudah zaman Belanda daerah ini menjadi 13 (tiga belas) marga yaitu : 
1. Marga saling
2. Marga Kupang 
3. Marga Batu Pance
4. Marga Talang Padang
5. Marga Tanjung Raya
6. Marga Karangdapo
7.  Marga Lubuk Puding
8. Marga Gunung Meraksa
9. Marga Tanjung Raman
10. Marga Babatan
11. Marga Muara Danau
12. Marga Muara Pinang 
13. Marga Seleman.

Pada zaman Sunan Palembang berperang dengan Tentara Tuban di Jawa, pada waktu itu Sunan mengirim utusan ke Empat Lawang memohon bantuan untuk berperang dengan kerajaan Tuban, maka Empat Pahlawan ditambah Puyang Kagede bersedia membantu Sunan, dengan membawa empat puluh pasukan lalu mereka berkumpul disebuah batu besar,. untuk berunding/berencana/bemance Batu Besar tempat mereka berunding akhirnya menjadi sebuah daerah dan menjadi Marga Singkap Pelabuhan dan terakhir berubah menjadi Marga Batu Pance, dari hasil perundingan mereka diatas batu besar tadi, mereka langsung berangkat ke Tuban beserta pasukan masing masing dan langsung berperang denga Kerajaan Tuban. 

Kerajaan Tuban Kalah, tetapi Puyang/Pahlawan dari Muara Pinang mati terbunuh, mengakui kekalahannya Kerajaan Tuban menyerahkan : Gong pusaka gading, Kelinteng Aur Lanting dan anak raja, satu perempuan dan satu lelaki, sebagai ganti puyang yang terbunuh waktu berperang. Anak Raja yang laki tadi didudukan di Muara Pinang, sedangkan yang perempuan kawin dengan salah satu anggota pasukan, dan terus dilinggihkan (dudukan) yang mana sekarang menjadi Dusun Lingge. Sedangkan Kelintang Aur Lanting sampai sekarang ini masih ada di Marga Karangdapo, dan Gong Pusaka gading sampai sekarang ini tidak tahu dimana keberadaannya.

 Setelah menang berperang, para Pahlawan ini kembali ke Palembang melaporkan kepada Sunan, bahwa mereka sudah menaklukan Kerajaan Tuban Semua pahlawan ini oleh Sunan Palembang ditempatkan khusus dirumah Rakit diatas sungai Musi, kepulangan para pahlawan ini menimbulkan banyak yang iri atas keberhasilan mereka menaklukan Kerajaan Tuban, akhirnya mereka memfitnah para pahlawan ini dengan mengatakan, bahwa para Pahlawan ini akan menaklukan Sunan Palembang, “Kerajaan Tuban saja bisa ditaklukan, apalagi Sunan Palembang”. Akhirnya Sunan Palembang termakan fitnah ini, yang akhirnya Sunan Palembang berencana untuk memusnahkan para Pahlawan ini, dengan dalih menyambut para Pahlawan ini Sunan Palembang mengadakan jamuan makan malam di Istana Sunan dengan mengundang para Pahlawan ini. Tetapi pada waktu itu Puyang Kagede telah mencium niat tidak baik sunan ini, bahwa makanan ini hanya jebakan saja, maka pada malam itu Puyang Kagede tidak hadir dengan alas an sakit, apa yang telah diduga oleh Puyang Kagede ternyata benar, sebab semua yang hadir dapat ditawan oleh Sunan dalam keadaan Mabuk. Melihat hal ini Puyang Kagede tidak tinggal diam, maka mengamuklah Puyang Kagede dengan menyerang Istana Sunan, yang akhirnya dapat membebaskan puyang puyang yang lain, dengan Kesaktian yang dimiliki Puyang Kagede dan Puyang yang lain akhirnya terjadi peperangan besar, Sunan Palembang mengalami kekalahan dan juga terbunuhnya anak Sunan Palembang. Akhirnya Sunan Palembang mengadakan damai dengan para Empat Lawang ini, dimana diambil kebijakan bahwa nyawa harus ganti nyawa, karena putra mahkota Sunan Palembang meninggal, sebagai gantinya Puyang Kagede harus tinggal di Istana Sunan dan diangkat anak oleh Sunan. 

Semua sisa pasukan kembali ke Empat Lawang, kecuali Puyang Kagede yang harus tinggal di Palembang. Berselang beberapa tahun kemudian terjadi keributan diantara puyang puyang lain di Empat Lawang, ini mungkin istilah Lintang berebut KUNDU, berebut siapa yang tua yang patut jadi pemimpin. Akhirnya beberapa puyang mengambil inisiatif untuk mengadakan semedi , siapa yang patut jadi pemimpin diantara mereka, beberapa hari kemudian didapatlah petunjuk, bahwa “ kenapa puyang yang bertuah (punya kelebihan) ditinggal di Palembang”. Maka dikirimlah utusan ke Sunan Palembang untuk menemui Puyang Kagede, maka diadakanlah perundingan dengan Sunan Palembang, Puyang Kagede dan para Puyang yang lainnya yang akhirnya disepakati Puyang kagede diangkat Sunan sebagai perwakilannya didaerah uluan Palembang yang berkedudukan di Tebing Tinggi, dengan istilah Pepatih/Perwakilan sunan. 

Pada zaman Belanda daerah Tebing Tinggi dipegang oleh Assisten Residen, setelah berkembang dan berjalan cukup lama, kedudukan Assisten ini akhirnya dipindahkan ke Lahat, mungkin ada pertimbangan pertimbangan lainnya oleh Pemerintah Belanda dahulu, sedangkan pertimbangan Sunan dulu adalah selain Puyang Kagede mewakili Sunan diseluruh daerah Uluan juga pertimbangan dapat berkumpul kembali ke daerah puyang puyang di Empat Lawang. Demikian cerita singkat asal usul Empat Lawang, cerita ini masih banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan kepada semua yang berasal dari daerah Empat Lawang dapat melengkapinya. Agar kelak anak cucu kita dapat mengetahui riwayat dan sejarah kampung halamannya, dan tentunya sangat berguna bagi Pemda Kabupaten Empat Lawang untuk mempromosikan daerah kita di dunia Pariwisata……semoga.