Senin, 25 Maret 2013

Ancaman Kelestarian Sungai Di Lintang Empat Lawang

Sungai merupakan salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari sudah selayaknya dilakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian dan kealamiannya.

Sungai itu sendiri memiliki kehidupan. Sebagaimana layaknya makhluk hidup, sungai memiliki hak untuk hidup, dipelihara, dan dipertahankan keberadaannya.
Dan kehidupan sungai juga menjadi sumber kehidupan bagi makhluk lainnya. Karena itu menyayangi sungai berarti menyayangi diri kita sendiri sebagai makhluk.
Kita akan lebih mudah menyayangi sungai jika mau memahami perilaku sungai baik di daerah hulu, pertengahan, dan hilirnya. 

 



Ada banyak Sungai yang melewati sebagaian besar daerah Lintang Empat Lawang, misalnya Sungai Musi, Sungai Lintang, Sungai Ayek Payau, Sungai Ayek Deghas dan Anakan sungai lainnya yang  kondisinya sangat patut di perhatikan.
Lihat saja sungai Lintang yang berada di Desa Gunung Meraksa Lama kecamatan Pendopo, mulai dari pendangkalan, Perambahan daerah hulu sungai, sampai aktifitas peracunan Ikan (Putas),  tentu saja hal itu tidak boleh akan berdampak buruk bagi kelestarian sungai ini di masa-masa yang akan datang. padahal keberadaan sungai-sungai ini juga sangat berperan penting bagi kehidupan  Masyarakat di sekitarnya, misalnya Sungai Lintang yang menjadi sumber pengairan Irigasi untuk Sawah Libagh. Untuk itu mesti ada tindak lanjut  pemerintah daerah, serta seluruh warga masyarakat di sekitar bantaran sungai harus melakukan beberapa upaya untuk melestarikan sungai sebagai berikut :
 
1. Melestarikan Hutan di Hulu Sungai
Agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pohon-pohon atau pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan mambawa tanah, pasir, dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir yang sehingga menyebabkan pendangkalan sungai.

2. Tidak Buang Air di Sungai atau Kali
Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah. Kesan pertama dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan menjijikkan. Ekskresi juga merupakan salah satu medium yang paling baik untuk perkembangan bibit penyakit dari mulai penyakit ringan sampai ke penyakit yang berat dan kronis. Oleh sebab itu janganlah boker dan beser di sembarang tempat.

3. Menghentikan Pencarian Ikan Dengan Cara Meracuni dan Alat Setrum
Dulu Sungai Lintang kaya Akan ragam ikannya, tapi sekarang sangat sulit untuk mendapatkan ikan di sungai besar ini. Masih ingat dalam memoriku beberapa ikan yang sering ku dapatkan ketika mencari ikan di sungai Lintang Ini beberapa tahun belakang.  Ikan Pongkod, Piluk, Pilan, Langli, Sema, Cengkak, Riu, Bujuk dan masih banyak lagi. dalam beberapa dekade ini, pencarian ikan dengan menggunakan cara yang merusak marak di gunakan, mulai dengan memakai Racun (Putas) maupun dengan Alat Setrum listrik bertegangan tinggi.


3. Tidak Membuang Sampah Ke Sungai
Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali akan menyebabkan aliran air menjadi mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.

4. Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri
Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah cair adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan layak untuk dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses perubahan secara kimia yang tentu saja akan menambah biaya operasional perusahaan. Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup telah membuat tata cara serta aturan untuk pembuangan limbah yang benar-benar ketat. Limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja bisa menimbulkan berbagai gangguan masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran terhadap air tanah, gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan kesehatan lain yang merugikan.

Ayo lestarikan keberadaan sungai ini untuk anak cucu kito. Jika kita tidak mau Menjaga sungai, apakah kita masih bisa melihat anak cucu kito bermain di Sungai seperti kito dulu?

Rabu, 20 Maret 2013

Kuliner Khas Dari Lintang Empat Lawang Part 2

Sesuai dengan janji pada postingan sebelumnya bahwa saya akan memposting kembali kuliner-kuliner khas dari daerah Lintang Empat Lawang, maka kali ini saya coba posting tentang kuliner-kuliner tersebut lengkap dengan cara pembuatannya..  langsung bae... 



1. Kue Lapis Maksuba


Bahan:
-  Telor bebek 10 butir
- Telor ayam 10 butir
-  Gula pasir 500 gr
- Susu Kental Manis 1/2 kaleng
- Mentega 250 g
-  Vanili 1/2 sdt
-  Garam 1/2 sdt
-  Terigu 2 sdm

Cara pembuatan :
1. Campur telur dengan gula pasir. Mixer dengan kecepatan paling rendah. Setelah butiran gula menjadi lebih halus, masukkan susu kental manis. Aduk hingga rata.
2. Masukkan mentega sedikit demi sedikit, hingga rata.
3. Masukkan terigu. Aduk hingga rata. Matikan mixer. Ambil adonan secangkir, tuang ke dalam loyang.
4. Untuk lapisan pertama bakar dengan api bawah.
5. Untuk lapisan selanjutnya bakar dengan api atas.


2. Kemplang 

          Kemplang Goreng merupakan makanan khas Palembang yg terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki rasa yang lezat. Disajikan dengan sambal khas dan kadang-kadang bisa dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga menambah sedap cita rasanya. Aneka kemplang goreng Palembang inipun bermacam-macam yaitu kempalng goreng batok, kempalang goreng kancing, kempalang goreng sedang bulat dsb yang membedakannya adalah bentuknya.

Kemplang panggang merupakan makanan khas dari Palembang yg terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki rasa yg lezat. Disajikan dgn sambal khas dan kadang-kadang bisa dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga menambah
sedap cita rasanya. Aneka kemplang panggang Palembang inipun bermacam-macam yaitu kempalng panggang lidah badak, kempalang panggang kancing, kempalang panggan bulat, kemplang panggang bintang dsb yang membedakannya adalah bentuknya. 

3. Laksan

Laksan adalah makanan khas Palembang yang terbuat dari bahan baku sagu dan ikan. Laksan dibuat dalam bentuk oval dengan rasa yang hampir seperti pempek, tetapi disajikan dengan menggunakan kuah santan.

4. Engkak Ketan


Bahan dan Bumbu :
-    3 btr telur
-    500 gr tepung ketan
-    500 gr gula pasir
-   75 gr gula merah
-    400 cc air
-    375 cc santan kental
-    1/2 btr kelapa digongseng dan ditumbuk
-    1 sdt garam
-   1/4 sdt vanili

Cara Memasak :

1. Gula dan air dimasak sampai larut
2.      Telur dikocok sebentar, lalu masukan gula dan tepung ketan, aduk rata.
3.      Masukkan vanili, garam, dan santan. Aduk sampai rata.
4.      Panggang sampai matang seperti memanggang kue lapis legit ukuran loyang 18x18x7cm



5. Kue Gunjing






Bahan:
-  1 gelas/125 gr tepung beras
-  ½ gelas/±65 gr tepung ketan
-  1 butir kelapa, parut
-  1 sdt garam
-  1 gelas/ 250 cc air
Cara membuat:
  1. Campur tepung beras, tepung ketan, kelapa parut dan garam. Tuangi sedikit air demi sedikit sambil diaduk perlahan hingga menjadi adonan yang licin. Tuang kedalam loyang.
  2. Pangang hingga matang


6. Resep Kue Gandus



Kue Gandus merupakan salah satu kue tradisional khas Palembang. Kue ini berbahan dasar tepung beras sehingga berwana putih serta bagian atasnya diberi taburan ebi, seledri, irisan cabai merah serta bawang goreng.

Resep Bahan Kue Gandus :
  • tepung beras 200 gram
  • santan kental 700 ml
  • garam 1/2 sendok teh
  • daun pandan 1 lembar
Resep Taburan Kue Gandus :
  • ebi 100 gram, rendam dalam air, tiriskan
  • seledri 5 tangkai, iris halus
  • cabai merah 3 buah, iris halus
  • bawang goreng secukupnya
Cara Membuat Kue Gandus :
  1. Rebus santan dengan garam dan daun pandan hingga mendidih. Angkat dan dinginkan. Buang daun pandannya.
  2. Tuang santan ke dalam tepung beras sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga terbentuk larutan yang licin.
  3. Tuang larutan ke dalam cetakan mangkuk/loyang 22 x 22 yang telah diolesi minyak goreng tipis-tipis.
  4. Kukus hingga matang.
  5. Taburkan bahan teburan dan kukus kembali hingga taburan menempel.
  6. Angkat dan sajikan.


7.  Dodol durian / Lempok



Bahan:
1 kg durian
-  500 gr gula pasir
Cara membuat:
  1. Kupas durian yan sudah masak, ambil dagingnya. Masukkan ke dalam kuali, jerang di atas api sambil diaduk-aduk agar tidak berkerak. Aduk terus hingga warnanya kekuning –kuningan.
  2. Masukkan gula, terus aduk hingga warnanya coklat kehitam-hitaman dan kering. Lempok siap diangkat dan dianggap matang jika sudah tidak lengket di pengadukan. Lempok siap dikemas dalam plastik dan diberi label.





Bahan:
-  15 butir telur ayam
-  1 gelas/200 gr gula pasir
-  1 gelas/ 250 cc susu cair
-  ¼ gelas/±65 cc margarin cair/minyak samin
Cara membuat:
  1. Campur telur dan gula, kocok hingga gula larut. Masukkan susu dan minyak samin. Aduk rata.
  2. Tuang adonan ke dalam loyang. Kukus selama 8 jam hingga matang. Angkat kemudian bakar dalam oven. Mula-mula dengan api bawah hingga kering, setelah itu dengan api atas hingga warnanya menjadi agak kuning kecoklatan.




Mitos Tebat Seghut, Sarang Siluman Bumi Empat Lawang



Daerah Lintang Empat Lawang atau orang tua zaman dahulu lazim menyebutnya Empat Lawang terkenal sebagai daerah yang melahirkan banyak pahlawan dan pendekar. Nama Empat Lawang itu sendiri mengandung arti empat orang pahlawan yang berasal dari Daerah Lintang.
Keempat pahlawan (pendekar) itu adalah leluhur Orang Lintang yang pernah berjasa menyelamatkan Sunan Palembang dari sergapan musuh. Atas jasa mereka itu Sunan Palembang memberi mereka gelar Pahlawan. Karena mereka berasal dari Lintang maka disebut Empat Pahlawan dari Lintang.
Daerah Lintang Empat Lawang ini berada dalam wilayah Sumatera Selatan, berbatasan langsung dengan Provinsi Bengkulu. Kepahlawanan dan kependekaran orang-orang Lintang sudah tenar di seantero Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dalam pertempuran orang Lintang punya semboyan Nedo Munuh, Mati Jadilah (tidak membunuh, mati jadilah). Semboyan ini tetap dipegang teguh sampai sekarang.
Di daerah ini banyak terdapat tempat-tempat angker yang menjadi sarang mahluk halus sejenis peri (jin perempuan), mesumai (siluman yang pandai menyamar jadi seseorang), jin, dan ular siluman.
Tempat angker itu diantaranya Tebat Seghut, Pangkal Jeramba Ayik Lintang, Ayik Gaung, dan Hutan Larangan dan beberapa tempat lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Dalam tulisan ini aku hanya menceritakan seputar misteri Tebat Seghut. Tempat ini berupa danau kecil yang disebut Tebat (bahasa Lintang,red) yang penuh belukar (”seghut” bahasa Lintang,red).
Tebat Seghut ini pada zaman dahulu dikuasai oleh Repati Qoris (Repati atau depati adalah sebutan untuk raja bawahan Sunan Palembang). Sekarang keturunan Repati Qoris yang mewarisinya. Sejak masa Repati Qoris hingga keturunannya Tebat Seghut dijadikan tempat memelihara ikan, yang akan dipanen setahun sekali.
Keangkeran Tebat Seghut sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Lintang, khususnya yang berada di desa-desa terdekat seperti Desa Gunung Meraksa Baru, Beruge Tengah, Batucawang, Manggilan, Beruge Ilir, Pendopo Lintang. dan Muaralintang.
Ular Raksasa
Pada era tahun 70-an keangkeran Tebat Seghut masih sering terdengar. Berbagai penampakan baik siang maupun malam sering jadi buah bibir. Pada waktu itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Cerita-cerita seram tentang Tebat Seghut sangat akrab di telingku. Apalagi tempat ini masih masuk dalam wilayah desaku, Gunung Meraksa Baru.
Suatu hari teman sekolahku bernama Saman ikut orang tuanya memancing ikan di Tebat Seghut. Hari itu adalah Jumat. Perlu diketahui bahwa hari Jumat adalah hari terlarang bagi warga setempat untuk mendekati Tebat Seghut apalagi saat orang sholat Jumat.
Sebagaimana lazimnya hari Jumat ,jam sekolah lebih pendek, pukul 11.00 anak-anak sudah pulang. Hari itu sepulang sekolah Saman langsung menghambur ke kebun, menyusul orang tua dan kakak-kakaknya.
          Sesampai di kebun yang berada di tepi Tebat Seghut, Saman mengajak kakak dan ayahnya memancing ikan. Dia terpikat melihat ikan melompat-lompat seakan mengundang dia bermain di air. Mang Dahlan, ayah Saman juga berhasrat membakar ikan untuk lauk makan siang. Maka mereka pun naik rakit bambu melayari air Tebat Seghut menuju ke tengah. Mereka kemudian asyik memancing ikan. Apalagi hari itu ikan sangat mudah melahap umpan di mata kail, sehingga dalam waktu sebentar saja mereka sudah mendapat banyak ikan.

          Merasa belum puas dengan hasil yang didapat, Mang Dahlan bermaksud menggeser rakit ke tempat yang diperkirakan ikannya lebih besar. Saman dan kakaknya ikut mengayuh galah bambu sebagai alat menggerakkan rakit supaya meluncur di air.
Saat itulah, tutur Saman, terjadi keanehan. Rakit yang semula amat mudah digerakkan mendadak tidak mau bergeser. Tiap kali mereka mengayuh galah bambu, rakit hanya berputar-putar di tempat. Karena jengkel, Mang Dahlan mengumpat-umpat sambil membentak, ”Hai setan! Jangan ganggu kami, kalau berani keluar!”.
Sesaat setelah ayahnya mengumpat dan mengeluarkan makian, kata Saman, air di sekitar rakit tiba-tiba menggelegak, mengeluarkan buih seperti air mendidih. Mereka semua terkejut. Namun, belum hilang rasa tekejut itu mereka dikagetkan lagi dengan munculnya seekor ular raksasa sebesar batang kelapa.

”Saya tak kuasa menahan kencing,” kata Saman. Sedangkan ayahnya langsung terduduk lemas di atas rakit, begitu pula dengan kakaknya. Sesaat mereka terpukau, tak bisa berbuat apa-apa.
Untung saja ayah Saman cepat menyadari kekeliruannya. Dia langsung memohon maaf pada penguasa Tebat Seghut dan menyatakan penyesalan. ”Ninek, puyang penunggu Tebat Seghut, aku minta maaf, aku ngaku salah. Tolong bebaskan kami”, Mang Dahlan menghiba sambil berlutut.
Seakan mengerti permintaan maaf Mang Dahlan, ular besar yang tadi mengangkat kepala menjulang setinggi lima meter, itu mendadak menceburkan diri kembali ke dalam air. Rakit yang ditumpangi Mang Dahlan dan dua anak lelakinya itu terguncang-guncang oleh gelombang air bekas hempasan tubuh ular raksasa tadi.
Setelah ular itu menghilang di kedalaman air Tebat Seghut, barulah rakit yang mereka tumpangi bisa dikemudikan lagi. Mereka lalu cepat-cepat menepi, lalu mendarat membawa ikan hasil mancing.
Sejak saat itu, kata Saman, mereka tidak berani lagi sembarangan turun mencari ikan di Tebat Seghut.
Dilarikan Mesumai
Mesumai adalah sebutan masyarakat Lintang untuk makhluk halus yang biasa menyamar menjadi seseorang. Makhluk ini terkenal jahil, suka menyembunyikan seseorang dengan menyamar sebagai teman dekat, saudara atau orang tua kita.
Kemunculannya biasanya saat menjelang maghrib, tengah hari waktu menjelang shalat dzuhur atau shalat jumat atau di tempat-tempat sepi.
Suatu hari tahun 1976, desaku kedatangan seorang guru dari Yogyakarta. Sumanto, nama guru itu. Dia mengajar di SMP Negeri Pendopo Lintang. Pak Sumanto, demikian kami biasa memanggilnya, dia mondok di rumah uwakku yang mengakuinya sebagai anak angkat.
Sejak kedatangannya di desaku, dia sudah diberitahu tentang berbagai pantangan di sini. Misalnya, saat menjelang waktu-waktu shalat tidak boleh melakukan perjalanan ke tepi hutan atau ke kebun. Pulang dari kebun jangan terlalu sore apalagi sudah mendekati waktu maghrib. Jika berada di kebun atau hutan tidak boleh berteriak-teriak memanggil nama orang.
Peringatan itu ternyata tidak menjadi perhatian Pak Sumanto. Dia merasa berasal dari kota besar yang jauh dari kepercayaan berbau tahayul. Hal-hal yang lazim jadi pantangan warga setempat diabaikan saja oleh Pak Sumanto.

          Hingga pada suatu hari hal yang ditakutkan terjadi menimpa Pak Sumanto. Lelaki penyandang Dan II Karate itu dikabarkan hilang. Seisi kampung geger. Semua lelaki dewasa dan anak-anak muda dikerahkan mencarinya ke dalam hutan kawasan Tebat Seghut. Pencarian berlangsung hingga tengah malam.
Pada saat tim pencari sudah berkumpul kembali di desa dengan tangan hampa, Pak Sumanto tiba-tiba muncul di samping rumah seorang warga. Dia ditemukan dalam keadaan linglung dan berusaha melarikan diri ketika berjumpa penduduk. Untung warga cepat tanggap dan langsung meringkusnya. Dia langsung dibawa pulang dan dimandikan. Setelah dibacakan beberapa ayat Al Quran barulah Sumanto sadar. Dia terheran-heran melihat banyak orang mengerubunginya.

          Apa yang dialami Pak Sumato hari itu? Menurut penuturannya, siangnya, tepatnya pukul 11.30, kebetulan hari itu Jumat, dia berangkat ke kebun cengkeh milik ibu angkatnya. Dia ingin membantu memetik cengkeh. Padahal, ibu angkatnya sudah melarang dan menyarankan agar dia berangkat ke kebun seusai waktu shalat jumat. Ternyata diam-diam dia tetap berangkat.

          Ketika mendekati hutan, tutur Pak Sumanto, tiba-tiba dia lupa arah ke kebun. Dia berputar-putar di satu tempat, tidak ketemu jalan. Berulang-ulang dia berjalan, tapi kembali ke tempat itu-itu juga. Akhirnya dia kelelahan, lalu beristirahat di bawah sebatang kelapa.
Saat dia beristirahat itulah ada seorang lelaki pendek dan kekar berpakaian serba hitam menghampirinya. Pak Sumanto langsung saja bertanya pada orang itu arah ke kebun Pak Haji Azis, bapak angkatnya. Lelaki berpakaian hitam itu menunjuk ke satu arah sembari menawarkan jasa mengantar Pak Sumanto.
Menurut Pak Sumanto dia mengikuti orang misterius itu berjalan menuju kebun Haji Azis. Dia merasa baru berjalan beberapa menit ketika ditemukan orang di dekat sebuah rumah penduduk. ”Saya baru sadar setelah berada di rumah, ternyata saya berjalan hampir sehari penuh,”tuturnya. Sejak saat itu Pak Sumanto berhati-hati bila mendekati kawasan Tebat Seghut.


Sumber :  http://forumlintangempatlawang.blogspot.com